A. PENDAHULUAN
Satu-satunya pedoman yang bisa menyelamatkan manusia di dunia dan
akhirat adalah al-Qur’an. Dengan kata lain, al-Qur’an adalah petunjuk bagi
siapapun yang menginginkan kebahagiaan yang abadi. Al-Qur’an merupakan petunjuk
dan cahaya, obat dan terapi bagi seluruh umat manusia, khususnya bagi orang
yang beriman.[1]
Oleh karena itu, patutlah umat Islam bersyukur yang sebesar-besarnya atas
karunia Allah berupa kitab suci al-Qur’an yang selalu terjaga kemurniaannya,
yang akan mengangkat derajat orang-orang yang mau mengikuti pesan-pesan yang
terkandung di dalamnya yang berasal dari wahyu Ilahi yang Maha Tahu segala
sesuatu.
Yang harus terus dilakukan oleh umat Islam adalah berusaha memahami
pesan yang ada dalam kitab suci al-Qur’an. Umat Islam sejak masa hidupnya
Rasulullah SAW telah berusaha memahami kandungan al-Qur’an. Hingga saat ini,
pemahaman terhadap al-Qur’an terus diperbarui sesuai perkembangan zaman. Sering
kali ditemukan perbedaan pandangan di antara para ulama dalam memahami
ayat-ayat al-Qur’an. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang kehidupan
sosial, budaya, maupun intelektualitas para ulama yang berbeda-beda. Tidak
mengherankan jika dari masa ke masa muncul para ahli tafsir dengan metode dan
corak yang berbeda-beda, namun pada hakikatnya berushaa untuk menggali
mutiara-mutiara yang ada pada al-Qur’an.
Abul A’la Al-Maududi, salah seorang penafsir al-Qur’an pada abad
ke-20 ini, menyatakan bahwa umat Islam
merupakan umat yang paling beruntung karena mendapatkan wahyu yang tidak
tercampur dengan apapun. Al-Qur’an yang dibaca oleh umat Islam saat ini sama
persis dengan ketika Rasulullah pertama kali menerima wahyu. Namun umat Islam
juga termasuk orang-orang yang paling malang di dunia ini karena tidak bisa
mendapatkan manfaat dari al-Qur’an.[2]
Hal ini tidak mengherankan ketika umat Islam memang mencampakkan al-Qur’an dari
sisi-sisi kehidupan mereka.
Pada makalah ini penulis mencoba memaparkan beberapa hal terkait
al-Qur’an, tafsir dan takwil menurut pandangan Abul A’la al-Maududi. Dari
uraian singkat yang akan penulis paparkan diharapkan dapat menginspirasi
pembaca untuk lebih mencintai al-Qur’an dan mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Amien.
B. PEMBAHASAN
1. Biografi
Singkat al-Maududi
Abu al-A’la Al-Maududi adalah seorang ulama yang dilahirkan pada
tanggal 25 September 1903 (3 Rajab 1321 H) di Aurangabad, Hyderabad yang saat
ini dikenal sebagai negara bagian Andhra Pradesh, India.[3] Al-Maududi
dilahirkan dari keluarga terhormat, dan nenek moyangnya dari pihak ayah adalah
keturunan dari nabi Muhammad.[4]
Nama al-Maududi diambil dari nama keluarga, yaitu Khawajah Qudbuddin Maudud,
seorang pemimpin tarekat Chisti (Jitsy, al-Jitsiyah[5])
yang sangat terkenal di India.[6]
Sekolah dasarnya di madrasah modern
Fauqaniyah, kemudian ia belajar di perguruan Darul ‘Ulum Hyderabad. Namun
pendidikannya terhenti karena ayahnya meninggal. Tetapi hal ini tidak
melemahkan semangatnya mencari ilmu, ia belajar secara otodidak (belajar
mandiri), sehingga pada tahun 1920-an ia telah menguasai bahasa Arab,
Persia, Inggris dan Urdu.[7]
Al-Maududi memulai karirnya di bidang
kewartawanan sejak tahun 1918 ketika ia berusia 15 tahun. Pada tahun 1920, ia
diangkat sebagai editor surat kabar
berbahasa Urdu, Taj[8],
sebuah majalah yang membahas isue politik yang berkembang di negerinya dan
mendakwahkan pemikiran Ihya Khilafah. Kemudian menjadi pimpinan Al Jami’ah,
salah satu harian Islam yang paling berpengaruh dan populer di New Delhi tahun
1920-an.[9]
Empat tahun kemduian, al-Maududi memimpin penerbitan majalah yang
berorientasikan kebangkitan Islam, Turjuman al-Qur’an di Hyderabad.[10]
Al-Maududi dikenal sebagai seorang pemikir
Islam pakistan / India terkemuka, pembaharu kontemporer, dan pendiri organisasi
kader di Pakistan, Jami’at El Islami. Ia terkenal dengan
konsistensi pemikirannya yang melihat Islam sebagai suatu sistem
komprehensip. Ia dipandang sebagai pemikir radikal di zamannya tetapi tetap
berdiri diatas landasan logika, seorang pemikir ulung yang sulit dicari
bandingannya di Pakistan pada zamannya.
Untuk merealisasikan ide-idenya demi
mewujudkan kejayaan Islam, pada tahun 1941 Al Maududi mendirikan Jama’ah Al
Islamiyah (Jemi’at el Islami), di Lahore. Misi utama jama’ah ini ialah
reformasi total terhadap seluruh aspek kehidupan kaum muslimin, berdasar
islam yang bersih dan menjadikan syari’at islam sebagai undang-undang
negara. Jama’ah ini sangat disegani, karena pemimpin dan anggotanya penuh
integritas dan dedikasi terhadap islam.[11]
Seiring dengan berdirinya negara Pakistan,
al-Maududi juga pindah ke Pakistan. Dalam perjuangan selanjutnya, ia sering
mengambil posisi berhadapan dengan pemerintah yang berkuasa di
pakistan. Pada tahun 1948 ia dijebloskan ke dalam penjara, dan 2 tahun
kemudian ia dibebaskan. Sepulang dari penjara ia makin gigih menyingkap aliran
yang dianggapnya sesat. Bukunya yang berjudul Qodiani problem (Problem
aliran qadiani) yang mengungkapkan kepalsuan Mirza Ghulam Ahmad dan
beberapa persoln politis lainnya, mengakibatkan ia dipenjarakan dan pada
tahun 1953 ia di jatuhi hukuman mati, tetapi kemudian diubah menjadi hukuman
seumur hidup.[12]
Sebagai seorang pemikir Islam, al-Maududi
telah melahirkan ratusan buku yang bertujuan untuk mengembalikan kejayaan
Islam. Karya-karya al-Maududi antara lain:
- Al Jihad Fil Islam (Jihad dalam Islam). Buku ini merupakan buku
pertamanya yang ia tulis, pada usia 20 tahun. Dalam buku ini ia menentang
kebohongan Gandhi yang mendeskreditkan Islam dan menyebarkan banyak
subhat. Ia dengan gigih menghadapi arus pemikiran masyarakat yang
telah keracunan cara berpikir dan bertindak seperti orang barat.
- Islamic Law And Contitution (konstitusi dan Undang-undang Islami)
- Purdah And The Status Of Woman In Islam
- Mujaz Tarikh Al Diin Waihya’ih
- Nahnu Wa Al Hadharah Al Gharbiyyah, dalam buku ini salah satunya dikatakan bahwa
hukum barat telah banyak mempengaruhi umat Islam. Menurutnya umat Islam
berada pada posisi terjajah disemua negeri mereka, oleh karenanya ia
memperingatkan betapa besar bahaya dan bencana yang ditimbulkan oleh
perkembangan kebudayaan non Islam ditengah umat Islam.
- Nizhamul Hayah Fil Islam
- Nazariyat al Islam al Siyasah (sistem politik Islam)
- Al Khilafat wa al Mulk (Kekhalifahan dan kerajaan)
- Tafhim al Qur’an (Pemahaman Al Qur’an), yang merupakan karya
terbesarnya dan memerlukan 30 tahun untuk menyelesaikannya.
- Birth Control
- Ethical View Point of Islam
- The Meaning of Qur’an (1974), 4 jilid
- Toward Understanding Islam (Menuju kepada Pemahaman Islam)
- Islam: Way of Live (Islam: Jalan Hidup)[13]
- Islam Today (Islam Dewasa Ini).
2.
Pemikiran Abul A’la
al-Maududi mengenai al-Qur’an, Tafsir, dan Takwil.
Al-Qur’an dalam pandangan al-Maududi
Untuk mengetahui pemetaan pemikiran
al-Maududi mengenai al-Qur’an, penulis mencoba menelusuri beberapa karya
al-Maududi yang membahas tentang pemikiran al-Maududi mengenai al-Qur’an.
Berikut ini adalah beberapa pandangan al-Maududi mengenai al-Qur’an:
a.
Al-Qur’an diwahyukan oleh Allah kepada
manusia agar dibaca, dipahami, diamalkan dan dijadikan tatanan hukum di muka
bumi.[14]
Berkaitan dengan hal ini, al-Maududi mengatakan bahwa sebagian umat Islam saat
ini sangat sedikit sekali upayanya untuk memahami al-Qur’an. Bahkan al-Qur’an
hanya dijadikan pajangan di rumah-rumah, dan parahnya digunakan untuk mengusir
jin dan hantu, ayat-ayatnya dijadikan bandul kalung dan rajah.
b.
Al-Qur’an memberikan segala hal yang kita
butuhkan, mulai dari hal-hal yang sepele sampai dengan hal-hal yang besar.
Hanya saja, menurut al-Maududi, jika kita tidak bisa mendapatkan banyak hal
dari al-Qur’an itu merupakan kesalahan kita[15]
yang tidak bisa memahami al-Qur’an dengan baik. Oleh karena itu umat Islam
harus mengetahui bagaimana memperlakukan al-Qur’an dengan semestinya.
c.
Selain dapat dianalogikan seperti resep
dokter, al-Qur’an juga dianalogikan seperti surat bisnis yang menggunakan
bahasa tertentu dan menuntut orang yang terlibat dalam bisnis tersebut untuk
mengerti isi surat bisnis tersebut. Umat Islam seharusnya gelisah ketika tidak
mengetahui isi dari surat yang dikirimkan oleh Allah berupa kitab suci
al-Qur’an.[16]
d.
Al-Qur’an berbeda dengan kitab-kitab suci
sebelumnya dalam beberapa hal berikut:
-
Kitab-kitab suci sebelum al-Qur’an telah
hilang naskah aslinya, dan hanya tinggal terjemahannya, sedangkan al-Qur’an
terjaga hingga akhir zaman.
-
Dalam kitab-kitab suci selain al-Qur’an
telah terdapat percampuran antara kalam Ilahi dan perkataan manusia, sedangkan
al-Qur’an tetap murni, tidak bercampur sedikit pun dengan perkataan manusia
maupun yang lainnya.
-
Kitab-kitab selain al-Qur’an bermasalah
secara historis, sedangkan al-Qur’an, sejarah saling kuat menguatkan tentang
diturunkannya.
-
Bahasa yang terdapat dalam kitab selain
al-Qur’an teah dimakan oleh masa dan hanya tinggal beritanya, sedangkan bahasa
al-Qur’an tetap hidup.
-
Kitab-kitab selain al-Qur’an ditujukan
kepada umat tertentu, sedangkan al-Qur’an ditujukan kepada semua umat manusia.
-
Kitab-kitab selain al-Qur’an tidak
konpherensif, meski mengandung ajaran kebaikan dan kebenaran, sedangkan
al-Qur’an mencakup semua ajaran kebenaran dan kebajikan.
-
Banyak ajaran dalam kitab-kitab selain
al-Qur’an yang tidak sesuai dengan akal dan kenyataan, sedangkan al-Qur’an
selalu sesuai dengan akal manusia dan fakta yang ada.[17]
e.
Ketaatan kepada al-Qur’an merupakan bukti
Islamnya seseorang, sehingga tidak ada Islam tanpa ketaatan kepada al-Qur’an.
Tafsir
dan Takwil dalam Pandangan al-Maududi
Al-Maududi
secara spesifik ia tidak memilah isu kontroversial seputar perbedaan definitif
antara tafsir dan ta’wil ini. Namun al-Maududi juga ada menyebut-nyebut istilah
tafsir dan ta’wil, namun tidak dimaksudkan secara spesifik untuk membedakan
tafsir dan ta’wil secara definitif. Sebagaimana ungkapannya, yang diterjemahkan
oleh Ahmad Sythibi; “Terjadinya perbedaan paham dalam menafsiran dan
mena’wilkan al-Quran bukan saja di masa-masa sekarang akan tetapi sejak masa
tabi’in bahkan di masa sahabat sendiri”[18].
Maka
jika dicoba untuk menarik kesimpulan berarti pada dasarnya al-Maududi tidak
terlalu merisaukan perbedaan antara tafsir dan takwil. Namun, meskipun demikian
antara kedua istilah tersebut diakuinya berbeda secara subtansial. Karena itu
secara konseptual ia mengikuti pembedaan umum yang berlaku di kalangan ulama
tafsir dalam membedakan kedua terma tersebut. Tafsir ialah pergeseran antara
redaksi teks kepada pemahaman yang lebih luas dan universal. Sementara ta’wil
berarti upaya mengeksplorasi makna tersembunyi dari aat-ayat al-Quran untuk
diperoleh pemahaman yang memadai. Hal tersebut dapat dilihat dari upaya
al-Maududi dalam menafsirkan al-Quran yang senantiasa tidak hanya mengacu pada
teks al-Quran semata. Namun ia senantiasa mengelaborasikannya dengan berbagai
pendekatan pemahaman dan beberapa hasil kajian dan teori-teori modern yang
terkait dengan bahasan yang ia angkat.[19]
Di dalam al-Qur’an, kata “al-Qur’an” disebutkan sebanyak 43 kali
dan tersebar di berbagai surat, mulai dari surat al-Baqarah sampai surat
al-Insyiqaq. Penulis mencoba menelusuri apa saja pandangan Abul A’la al-Maududi
mengenai lafadz “al-Qur’an” dalam tafsirnya yang diterjemahkan ke dalam Bahasa
Inggris dengan judul “The Meaning of The Qur’an”. Hal ini juga penulis
lakukan terhadap lafadz “tafsir” dan “takwil. Kata “Tafsir” terdapat dalam
al-Qur’an sebanyak satu kali, yakni dalam QS. Al-Furqon ayat 33. Sedangkan
“takwil” terdapat 7 kali dalam al-Qur’an.
Dari penelusuran penulis dalam “The Meaning of The Qur’an”, maka
penulis menemukan beberapa hal berikut:
1. Al-Qur’an
diartikan sebagai wahyu Allah, petunjuk, hidayah, atau terkadang diartikan
sebagai mushaf al-Qur’an.
2. Tafsir
diartikan sebagai petunjuk dari Allah agar manusia memahami pesan yang
disampaikan melalui utusan-Nya yakni malaikat dan Nabi.
3. Takwil diartikan sebagai :
-
Kemampuan memahami
masalah/problem.
-
Kemampuan memahami hal
ihwal, peristiwa, urusan.
-
Kemampuan menyelidiki
masalah.
-
Penafsiran/interpretasi.
C. PENUTUP
Dari pemaparan di atas, penulis dapat
menyimpulkan beberapa hal berikut:
1.
Dalam pandangan al-Maududi, al-Qur’an merupakan petunjuk Allah bagi
manusia untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
2.
Tafsir menurut al-Maududi adalah pergeseran antara
redaksi teks kepada pemahaman yang lebih luas dan universal. Namun dalam
menanggapi lafadz tafsir dalam QS. Al-Furqon ayat 33, al-Maududi berpendapat
bahwa tafsir adalah petunjuk dari Allah agar manusia memahami pesan yang
disampaikan melalui utusan-Nya yakni malaikat dan Nabi.
3.
Sementara ta’wil
berarti upaya mengeksplorasi makna tersembunyi dari aat-ayat al-Quran untuk
diperoleh pemahaman yang memadai. Di samping itu, takwil berarti interpretasi,
penafsiran, dan kemampuan memahami suatu masalah dan peristiwa.
Sumber
Bacaan:
Abul A’la al-Maududi, Dasar-dasar Islam, (Bandung:
Pustaka, 1984), cet. ke-1.
Abul A’la Maududi, Menjadi Muslim Sejati,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), cet. ke-5.
Abul A’la al-Maududi, Prinsip-prinsip Islam, Alih
Bahasa: Abdullah Suhaili, (Bandung, PT. Al-Ma’arif, 1991), cet. ke-9.
Ensiklopedi
Peradaban, Abul A’la al-Maududi, <http://www.ensikperadaban.com/?TOKOH_%26amp%3B_INTELEKTUAL_MUSLIM_KONTEMPORER:Intelektual_Kontemporer:Abul_A%27la_al_Maududi>,
akses pada tanggal 13 September 2012.
Suardi, “Jilbab dalam Pandangan Abu al-A’la al-Maududi
dan Muhammad Sa’id al-Asymawi”, Skripsi Fak. Syariah UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2004.
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi
Islam Indonesia, (Jakarta: Penerbit Djambatan, 1992).
Yusuf Qordhowi, Al-Qur’an Menyuruh Kita Sabar, (Jakarta:GIP,
2006), cet. ke-22.
Makalah Shoffan Amrullah, “Al-Qur’an, Tafsir, dan
Takwil menurut pandangan Abul A’la Al-Maududi”, Mahasiswa Fakultas Agama
Islam Jurusan Tafsir Hadis, dipresentasikan pada tahun 2011.
[1] Yusuf Qordhowi, Al-Qur’an
Menyuruh Kita Sabar, (Jakarta:GIP, 2006), cet. ke-22, hlm. 7.
[2] Abul A’la
al-Maududi, Dasar-dasar Islam, (Bandung: Pustaka, 1984), cet. ke-1.
[3] Tim Penulis IAIN
Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Penerbit
Djambatan, 1992), hlm. 632.
[4] Suardi, “Jilbab
dalam Pandangan Abu al-A’la al-Maududi dan Muhammad Sa’id al-Asymawi”, Skripsi
Fak. Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2004.
[5] Ensiklopedi Peradaban, Abul A’la al-Maududi, <http://www.ensikperadaban.com/?TOKOH_%26amp%3B_INTELEKTUAL_MUSLIM_KONTEMPORER:Intelektual_Kontemporer:Abul_A%27la_al_Maududi>,
akses pada tanggal 13 September 2012.
[6] Tim Penulis IAIN, Ensiklopedi
Islam Indonesia, hlm. 632.
[7] Ensiklopedi
Peradaban, Abul A’la Al-Maududi, akses
pada tanggal 13 September 2012.
[8] Tim Penulis IAIN, Ensiklopedi
Islam Indonesia, hlm. 632.
[9] Ensiklopedi
Peradaban, Abul A’la Al-Maududi, akses
pada tanggal 13 September 2012.
[10] Tim Penulis IAIN, Ensiklopedi
Islam Indonesia, hlm. 632.
[11] Ensiklopedi
Peradaban, Abul A’la Al-Maududi, akses
pada tanggal 13 September 2012.
[12] Ibid.
[13] Ibid.
[14] Abul A’la Maududi,
Menjadi Muslim Sejati, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), cet. ke-5,
hlm. 67.
[15] Ibid, hlm.
69.
[16] Ibid, hlm.
71.
[17] Abul A’la
al-Maududi, Prinsip-prinsip Islam, Alih Bahasa: Abdullah Suhaili,
(Bandung, PT. Al-Ma’arif, 1991), cet. ke-9, hlm. 87-89.
[18] Dikutip oleh Shoffan Amrullah dalam
makalahnya yang berjudul “Al-Qur’an, Tafsir, dan Takwil menurut pandangan Abul
A’la Al-Maududi”, dari buku Abu al-A’la
al-Maududi_________________________
1984. hlm. 30, yang diterjemahkan oleh Syatibi.
[19]
Makalah Shoffan Amrullah, “Al-Qur’an,
Tafsir, dan Takwil menurut pandangan Abul A’la Al-Maududi”, Mahasiswa Fakultas Agama Islam Jurusan
Tafsir Hadis, dipresentasikan pada tahun 2011.
Makalah ini disampaikan oleh Ain Nurwindasari, mahasiswa FAI UAD Yogyakarta pada tanggal 9 Oktober 2012 di kampus UAD 1. Sebagai tugas mata kuliah Sejarah Pemikiran Tafsir Kotemporer, diampu oleh Prof. Dr. Muhammad Chirzin, M.A.
Posting Komentar