Minggu, 30 Maret 2014
Pada pertengahan Maret ini, tepatnya tanggal 14-15 Maret
2014 (hari Jum’at-Sabtu) aku diundang dalam acara yang cukup keren, yakni
International Seminar on Developing Global Islamic Monetary System In Consonant
With 33rd Anniversary of Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Acara ini
terselenggara atas kerjasama UMY, MTT PP Muhammadiyah, Yayasan Pengurusan Ilmu
Malaysia, dan Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia. So, biar acara ini nggak
berlalu begitu aja, aku tulis di blog ini sebagai kenang-kenangan sekaligus
oleh-oleh dari duduk manis di ruangan ber-AC selama dua hari itu. Meski aku
hanya bisa menyimak sedikit sekali dari apa yang disampaikan oleh pemateri maupun
moderator dan para peserta seminar yang semuanya itu berbahasa Inggris. Pembaca
pasti sudah bisa menebak, hal ini
lantaran kemampuan bahasa Inggrisku yang payah...
To the point aja ya...
Pertama, isu yang dibawa pada seminar ini adalah terkait
mata uang dinar dan dirham sebagai mata uang yang sebenarnya yang layak
digunakan sebagai alat transaksi yang adil dan tidak menipu. Memangnya ada apa
dengan uang kertas? Bahkan mereka yang menjadi pembicara—diantaranya adalah
Syeikh Umar Ibrahim Vadillo, asal Spanyol—mengatakan bahwa uang kertas itu
haram. Kenapa? Karena nilai kertas tidak sebanding dengan apa yang ditukar
dengan uang tersebut. Lihat saja ketika uang kertas yang bertuliskan angka Rp. 100.000
dirobek-robek tak beraturan, bukankah uang tersebut sudah tidak ada nilainya? Kemudian
kalau diperhatikan asal muasal uang kertas, kita akan lebih sadar bahwa Bank
yang mencetak uang kertas sebenarnya telah menipu kita. Mereka mencetak uang
kertas senilai triliunan rupiah dengan biaya yang sangat murah, jauh dari nilai
tersebut, kemudian mereka menggaji pegawai mereka dengan uang terebut,
membangun infrastruktur, membeli barang-barang dan lain sebagainya dengan mudah
hanya dengan mencetak uang tadi. Sementara kita sebagai rakyat yang bekerja
keras menghasilkan sesuatu, lalu barang kita dibeli dengan kertas yang bisa
kita bayangkan betapa mudahnya membuatnya. (sadar, kan?)
Hal di atas bukan hanya membuat kita sadar, tapi juga bikin
gemas ya. Apa Cuma aku yang baru tahu sehingga merasa gemaasss, mengetahui
semua ini. Pikirku, enak banget ya pihak bank yang dengan mudah mencetak-cetak
uang. Hmmmmmmmmmmm
Ada yang lebih menggemaskan lagi dari fenomena di atas.
Pembaca tahu kan, kalau hutang kita (Indonesia) ke negara
lain, terutama Amerika Serikat, itu buuuuanyak banget?! Dan pembaca tentu paham
bahwa hutang kita yang semakin hari semakin menumpuk itu bukan karena kita
tidak pernah mencicil, tapi kita sudah mencicil setiap tahunnya sekitar ratusan
trilliyun. Tapi kenapa hutangnya terus menumpuk? Ada dua faktor sih, karena
orang-orang di atas tuh, hobinya ngutang mulu, nggak mikirin bayarnya. Terus
juga karena bunga bangkai, eh salah maksudnya bunga bank yang terus berkembang.
Ih, ngeri kan. Nah, nah, nah... kita ngutang uang luar negri tuh dipikirnya
dikasih apa? Ya dikasih uang kertas juga. Dolar tuh, yang menurut anggapan kita
sebagai mata uang yang paling berharga sedunia. Padahal hakikatnya dolar itu ya
terbuat dari kertas, yang kita paham betul nilainya tentu murah ! sementara
uang rupiah kita kalau kita gunakan buat bayar hutang kita ke mereka, mereka
menganggapnya nggak berharga. Kejam banget nggak sih?! Padahal ya sama aja. Uang
kertas. Rupiah maupun dolar, dua-duanya nggak ada yang mengandung emas. jadi,
kita dibohongin nih? Ya sudah jelas iya. Kita dibohongin sama luar negri. Yang udah
tahu masalah ini siapa hayo?? Ngaku. Jangan diem aja ya bapak-bapak dan ibu-ibu
yang jadi pejabat negara dan tahu menahu masalah ini tapi malah pura-pura nggak
mengerti.
Coba bayangkan, jika mata uang kita itu dinar dan dirham
yang memang terbuat dari emas dan perak. Nilai yang kita berikan dari mata uang
dinar dan dirham itu tentu setara dengan barang yang kita beli. Jika sekarang
kita membeli satu kambing seukuran tertentu dengan satu dinar. Sampai kapanpun
kambing dengan kualitas dan ukuran yang sama itu bisa kita beli dengan satu
dinar tersebut. Inilah bedanya uang dinar dan dirham dengan uang kertas. Uang dinar
dan dirham selalu stabil, bebas dari inflasi. Sementara uang kertas sangat
labil, karena rawan inflasi. Mafhum?
Masalahnya, untuk mendapatkan satu dinar saja kita harus
merogoh kocek tidak kurang dari dua juta rupiah. Satu dinar itu 4,25 gr emas. Sementara
satu dirham senilai 70ribu rupiah. Huhu. Gimana mau beli bakso yang harganya
hanya Rp. 5000? Trus gimana solusinya? Sebenarnya nggak sulit kalau pemerintah
mau menerima dinar dan dirham sebagai mata uang. Hehe. Pertanyaan lain muncul,
apakah ketersediaan emas di bumi kita ini cukup untuk membuat mata uang? Yang ini
saya nggak tahu jawabannya.
Sementara ini, ada beberapa komunitas yang gencar memasarkan
uang dinar dan dirham. Mereka menjual dinar dan dirham dan melakukan transaksi
dengan anggota sesama komunitas mereka dengan dua mata uang tersebut. Cuman ya
mereka ini masih sedikit. Diantaranya ada komunitas JAWARA. Ini yang saya tahu,
yang ada di Jogja. Komunitas lain mungkin pemabca bisa cari sendiri dengan
googling lewat dunia maya ataupun dunia nyata. Jangan lupa, kalau sudah dapat
infonya kasih tahu saya lewat komentar di blog ini ya,.. hehe.
Kedua, masalah bank konvensional dengan bank syariah. Bedanya
apa antara dua bank tersebut?
Selama ini masyarakat mendapatkan pemahaman bahwa bank
konvensional itu haram karena mengandung riba. Sebagai solusinya, bank syariah
dimunculkan untuk menghindari riba tersebut. Dalam bank syariah, ada beberapa
akad yang jika dirujuk pada definisinya akan ditemukan kata halal. Misal mudharabah,
murabahah, dan seterusnya. Akan tetapi pada kenyataannya, bank syariah tidak
benar-benar menjalankan akad tersebut. Yang kita tahu, jika kita adalah
nasabah, bahwa kita menitipkan sejumlah uang dan pihak bank sebagai perantara
kepada pihak yang akan menggunakan uang tersebut untuk mendirikan atau
mengembangkan usaha. Lalu kita mendapat bagi hasil dari usaha tersebut. Jika usaha
tersebut berkembang, keuntungannya banyak, kita sebagai nasabah akan juga
merasakan hasilnya. Sebaliknya, jika usaha tersebut bangkrut, kita mendapat
resiko kerugian juga. Pada kenyataannya apakah demikian? Saya sendiri sebagai
nasabah salah satu bank syariah, tidak pernah mendapatkan tambahan angka dari
uang yang saya titipkan di bank. Dari waktu ke waktu tidak ada yang berubah
kecuali beberapa puluh rupiah. Benar-benar tidak berefek. Dan saya tidak yakin
jika memang uang saya digunakan untuk usaha, lalu usaha tersebut mengalami kerugian,
lalu uang saya diambil sebagai ganti resiko. Buktinya uang saya tetap utuh. Saya
juga baru nyadar sekarang... ~_~
Lalu, bagi yang datang ke bank untuk hutang. Harusnya jika
bank syariah akadnya menghutangi ya tidak ada bunga hutang. Maksimal ya biaya
administrasi dan itu tidak bergantung kepada besarnya hutang. Yang kita tahu,
orang yang hutang itu katanya menggunakan uangnya untuk usaha. Apakah memang
benar demikian? Jika digunakan untuk yang lainnnya misal membeli motor untuk
anaknya kuliah atau sekolah, apakah pihak bank mengetahuinya? Atau jika memang
benar digunakan untuk usaha, apakah pihak bank mengontrolnya? Jika rugi, apakah
pihak bank juga mau menerima resikonya? Dan ternyata, menurut penutusan seorang
pemateri yakni Dato Manaf Wahab, bank syariah sama saja dengan bank
konvensional. Mereka hanya mau untung dan tidak akan mau rugi. Dalam bank
syariah ternyata juga ada riba. (Hayo, gimana coba?)
Firman Allah sudah jelas: Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.
Apakah di bank syariah ada jual beli? Tidak ada. Kalau riba
kemungkinan besar ada. (hayo lagi,.gimana dunk??!)
Oke.. oke.. sebelum rasa gregetan saya semakin bertambah,
saya mau mengakhiri tulisan ini dengan doa semoga perekonomian Indonesia bisa
lebih baik dari hari ke hari. Amien. Semoga secuil pengalaman mendengarkan
seminar yang saya tuangkan di sini bisa bermanfaat dan menjadi bahan renungan untuk
penulis dan pembaca sekalian. Karena saya sendiri sangat minim pengetahuan
ekonominya. Takutnya semakin banyak bicara semakin ngelantur jadinya. Mending sekian
dulu ya...
Terima kasih :)
Eh, eh, kalau disuruh milih uang kertas ataukah uang emas pilih yang mana? Kalau pilih uang emas, hubungi saya ya, biar uang kertasnya buat aku aja.. hehehe.. juskidding :)
By: Ain Nurws