Membicarakan lafadz “laa takhof wa laa tahzan”
Khoofa dalam bahasa Arab berarti takut. Sedangkan hazina berarti bersedih. Kita sering mendengar kalimat “laa takhof wa laa tahzan”. Maka lafadz “laa takhof wa laa tahzan” memiliki arti jangan takut dan jangan bersedih. Dalam al-qur’an kalimat tersebut terdapat dalam Surat al-Ankabut ayat 33, yaitu ketika Nabi Luth mengkhawatirkan keselamatan para malaikat yang menjadi tamunya dalam bentuk manusia yang berwajah tampan-tampan akan disakiti oleh kaumnya, para malaikat pun menenangkannya dengan mengatakan “laa takhof wa laa tahzan”, jangan takut dan jangan bersedih.
Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Lut, dia merasa susah karena (kedatangan) mereka, dan (merasa) tidak mempunyai kekuatan untuk melindungi mereka dan mereka berkata: "Janganlah kamu takut dan jangan (pula) susah. Sesungguhnya kami akan menyelamatkan kamu dan pengikut-pengikutmu, kecuali istrimu, dia adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan)."
Kata yang semakna dengan kalimat tersebut (jangan takut dan jangan bersedih) juga terdapat dalam surat Fushshilat ayat 30.”Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu."
Kawan, rasa takut sering kali hadir dalam hati kita, begitu juga rasa sedih. Kedua rasa itu muncul karena kekhawatiran kita terhadap sesuatu yang akan terjadi pada diri kita maupun pada sesuatu yang kita cintai. Maka pembahasan ini juga sedikit menyinggung masalah cinta.
Rasa cinta kita pada sesuatu membuat kita khawatir/takut akan kehilangan sesuatu tersebut. Rasa cinta yang dilahirkan oleh ego biasanya bukan bermaksud untuk memberi kepada yang dicintai dengan tulus, tapi rasa cinta itu membuat seseorang ingin memiliki, menguasai, mendapatkan pemberian dari yang dicintai baik materi maupun balasan rasa cinta itu sendiri. Oleh karena itu orang menjadi sedih dan takut karena ditinggalkan orang tuanya yang dicintainya karena rasa egonya, bukan karena kasihan dengan nasib orang tuanya. Atau orang yang ditinggal kekasihnya menjadi sedih, itu karena ia khawatir dengan keadaannya tanpa kekasihnya di masa yang akan datang. Ego bukan??!!
Berkaitan dengan ini, Ibnul Qoyyim pernah mengatakan “Penyakit yang paling membahayakan bagi manusia adalah rasa takut dan ragu-ragu.”
Rasa takut membuat seseorang merasa dunianya menjadi sempit. Sedangkan ragu-ragu membuat seseorang tidak bisa berbuat banyak.
Rasa takut yang wajar itu boleh dalam rangka mengevaluasi dan berevolusi.
Rasa takut kepada Allah
Berbeda dengan rasa takut yang lain, rasa takut kepada Allah justru merupakan suatu hal yang positif. Seorang yang mengaku mukmin harus memiliki rasa takut kepada Allah, sebagaimana Allah berfirman:
Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman. (QS. ali imran:175)
Abu Hafs –sufi kelahiran Uzbekistan- berujar, “khauf adalah pelita hati, dengan khauf akan tampak baik dan buruk hati seseorang.”
Dalam ayat lain, Allah menjelaskan karakter orang mukmin dengan, “ Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang Kami berikan.” (QS. as-Sajdah:16)
Selasa, 22 Nopember 2011
Oleh : Ain Nurwindasari
(Disarikan dari perkuliahan Tafsir al-Maraghi PUTM Putri Yogyakarta dengan bimbingan Ustadz Ghofar Ismail. Juga dari rubrik hikmah Republika Nopember 2011)
Posting Komentar