Ramadhan
telah berlalu meninggalkan kita, begitu juga Syawwal. Semoga kita termasuk
hamba-hamba Allah yang telah memanfaatkan kehadiran bulan-bulan tersebut dengan
maksimal. Sehingga yang ada saat ini adalah rasa bahagia atas meningkatnya
kualitas diri dan semangat baru untuk menata diri di bulan-bulan berikutnya. Karena
hanya orang-orang yang beriman lah yang mampu memanfaatkan waktunya dengan
penuh manfaat dan jauh dari kesia-siaan.
Materi Buletin Pemuda Muhammadiyah Gresik September 2014
Ain Nurws
Syawwal
berlalu, kini kita tengah memasuki bulan Dzulqa’dah. Inilah satu bulan di
antara bulan-bulan yang disebut oleh Allah sebagai bulan haram. Allah SWT
berfirman dalam Q.S. At-Taubah ayat 36:
إِنَّ
عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ
يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ
الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا
الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ
اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (36)
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi
Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan
langit dan bumi, di antaranya (terdapat) empat bulan haram. Itulah ketetapan
agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya dirimu dalam bulan yang empat
itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun
memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah bersama-sama orang
yang bertakwa.”
Dalam
Tafsir Ath-Thabari, Tafsir Al-Qur’anul
‘Adzim karya Ibnu Katsir dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan bulan-bulan
haram tersebut ialah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Hal ini
didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim:
عَنْ
أَبِي بَكْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ
اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا
أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ
وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Sesungguhnya zaman telah
berputarseperti keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, dalam
setahun itu terdapat dua belas bulan. Empa di antaranya adalah bulan haram
(disucikan). Tiga dari bulan itu jatuh secara berurutan, yaitu Dzulqo’dah,
Dzulhijjah, dan Muharram. Sedangkan Rajab (yang disebut juga syahrul mudhar)
terletak di antara dua jumadil (jumadil ula dan jumadil tsani) dan sya’ban.”
Berbicara
tentang keutamaan bulan-bulan haram sama halnya ketika membicarakan keutamaan
surat-surat maupun ayat-ayat dalam al-Qur’an. Kita tidak bisa membicarakan
tentang keutamaan surat maupun ayat secara parsial, karena bisa menyebabkan kita
bersikap diskriminatif terhadap satu ayat dengan ayat lainnya. Sebagai contoh
ketika kita mengetahui keutamaan surat Yasin, maka kita sangat mengutamakan
membaca surat Yasin dibanding membaca surat-surat yang lain. Tidak jarang, di
antara kita bersikap berlebihan terhadap surat Yasin ini dengan menjadikannya
surat yang wajib dibaca pada setiap malam Jum’at. Oleh karena itu, dalam
menyikapi keutamaan bulan-bulan tertentu yang diberi oleh Allah keutamaan kita
harus bersikap proporsional dengan cara tidak mengesampingkan keutamaan
bulan-bulan yang lain.
Bulan
haram atau disebut juga bulan yang disucikan—sebagaimana yang disebutkan oleh
At-Thabari dalam kitab tafsirnya—ialah bulan yang dijadikan oleh Allah sebagai
bulan yang suci lagi diagungkan kehormatannya. Di mana di dalamnya
amalan-amalan yang baik akan dilipatgandakan pahalanya sedangkan amalan-amalan
yang buruk akan dilipatgandakan dosanya. Adapun Ibnu Katsir menjelaskan bahwa
bulan yang disucikan itu ada empat, yakni Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan
Rajab. Dzulqa’dah mempunyai keistimewaan karena di dalamnya Allah melarang
manusia untuk berperang. Di dalam Dzulhijjah manusia mempersiapkan diri untuk
melaksanakan ritual dan manasik haji. Pada bulan Muharram mereka kembali ke
negri mereka masing-masing. Sedangkan pada bulan Rajab orang dari berbagai
pelosok negeri yang datang ke Baitullah kembali ke negerinya dalam keadaan
aman. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah bulan Rajab menjadi momentum
Nabi Muhammad berkomunikasi dengan Allah untuk menerima perintah shalat pada
peristiwa isra’ mi’raj.
Dzulqa’dah
merupakan bulan ke sebelas dalam penanggalan Islam. Secara bahasa dzulqa’dah
berarti “penguasa genjatan senjata”, karena pada saat itu bangsa Arab dilarang
melakukan peperangan. Di antara keutamaan bulan Dzulqa’dah ialah termasuk di
antara bulan-bulan haji, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah ayat
197:
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ
فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ
وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ
الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ (197)
“(Musim)
haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya
dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik
dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu
kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya
sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang
berakal.”
Menurut
Ibnu Rajab, Rasulullah pernah melaksanakan umrah empat kali dalam bulan-bulan
haji. Salah satu hikmahnya sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim ialah
ibadah umrah pada bulan-bulan haji setara dengan pahala haji di bulan-bulan
haji.
Keistimewaan
lain yang dimiliki oleh bulan Dzulqa’dah ialah bahwa masa tiga puluh malam yang
dijanjikan oleh Allah kepada Nabi Musa untuk bertemu dengan-Nya terjadi pada bulan
Dzulqa’dah, sedangkan sepuluh malam sisanya terjadi pada bulan Dzulhijjah.
Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. Al-A’raf ayat 142:
وَوَاعَدْنَا مُوسَى ثَلَاثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ
فَتَمَّ مِيقَاتُ رَبِّهِ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً وَقَالَ مُوسَى لِأَخِيهِ هَارُونَ
اخْلُفْنِي فِي قَوْمِي وَأَصْلِحْ وَلَا تَتَّبِعْ سَبِيلَ الْمُفْسِدِينَ (142)
“Dan
telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga
puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi),
maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan
berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: "Gantikanlah aku dalam
(memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan
orang-orang yang membuat kerusakan."
Demikianlah
beberapa keutamaan bulan Dzulqa’dah. Wallahu a’lam bish shawab.
Dinukil dari buku Amalan-Amalan yang Disyariatkan Di Bulan-Bulan Haram, karya Ruslan Fariadi A.M., S.Ag., M.S.I.
dengan sedikit perubahan.
Niat puasa dzulqa'adah bagaimana
BalasHapusniat cukup di dalam hati, tidak ada lafal khusus yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Berlaku untuk amalan2 ibadah lainnya :)
HapusIzin copy materi, terimakasih
BalasHapusPosting Komentar