Saudaraku, siap-siap ya kita akan masuk ke sebuah
pesantren. Kita perlu membahas sedikit tentang hal-hal yang mesti dipersiapkan
sebelum kita masuk percetakan ulama ini. Sebaiknya kita nggak gegabah untuk
masuk pesantren. Kita persiapkan semuanya baik jasmani maupun ruhani. Ok,
langsung saja..!
PESANTREN
Kita mesti tahu dong apa itu pesantren. Beragam
pandangan tentang sebuah tempat bernama pesantren ini. Siap-siap kalo mau jadi
penghuni pesantren. Karena menurut para penikmat dunia tempat ini bukan
surganya. Menurut para pemburu nafsu ini juga bukan tempat yang paling
menyenangkan. Dan bagi para pejuang kebebasan ini adalah penjara. Jangan sampai
masuk tempat ini jika hanya bernafsu dengan gemerlapnya dunia. So, pikir-pikir
dulu kalo mau tinggal di tempat yang namanya pesantren, kawan.
Penjara. Ini salah satu kesan
sebagian penghuni pesantren itu sendiri. Nggak bisa bebas. Pulang sekolah nggak
bisa main keluar. Mau jajan juga terbatas. Mau ke mall? Apalagi. Harus mimpi
seribu kali dulu untuk bisa keluyuran. Atau mau kena sanksi yang nggak kebayang
pedihnya?! Lokasinya juga jauh dari keramaian. Gimana mau ke bebas? Ditambah
lagi penghuninya orang-orang berkopyah, bersorban, berkerudung rapat, dan
pakaian-pakaian cermin ketidakbebasan. Ughh.. siapa yang mau tinggal di penjara
macam begini? Apalagi mau pacaran, hah? sama dengan mengundurkan diri ditambah
mempermalukan diri di depan semua orang.
Tempat teraman. Inilah kesan dari
sekelompok yang sangat kecil dari penghuni pesantren. Bagi para pemuda pecinta
ilmu dan perindu al qur’an inilah tempat teraman mereka. Nggak ada yang
mengganggu mereka belajar agama dan menghafal al-qur’an. Bimbingan dan kasih
sayang ustadz-ustadzah tiap hari ada. mau suasana Islami, disinilah tempatnya.
Mau tanya soal agama, langsung bisa ke ustadznya. Mau latihan jadi pecinta
tahajud juga disini tempatnya. Mau puasa senin kamis, banyak temannya.
Hmm..kalo kita benar-benar menjadi
penghuni pesantren, kita termasuk yang menganggap pesantren adalah penjara atau
sebagai tempat teraman ya? Kita lihat aja nanti. Semoga dengan pembahasan kita
sedikit demi sedikit disini kita akan menjadikan pesantren sebagai tempat
teraman. Yupz, tempat teraman untuk pertumbuhan otak kita dalam menampung ilmu
dan pertumbuhan spiritualitas kita tentunya.
PESANTREN MAHASISWA
Kalo tingkatannya mahasiswa,
pesanterennya sudah beda lagi. Kesan pesantren sudah tidak seperti tingkat
MI/SD, MTs/SMP, maupun MA/SMA. Yupz, mahasiswa lebih diberi kebebasan daripada
tingkatan sebelumnya karena mahasiswa ataupun mahasantri dianggap sudah dewasa,
sudah bisa membedakan yang baik dan yang buruk, yang pantes dan yang nggak
pantes. Namun tidak semua itu benar. Segala sesuatu pasti punya pengeculian.
Contohnya bahwa semua mahasiswa itu dewasa, itu belum tentu kan. Ada aja
mahasiswa yang masih kekanak-kanakan, Cuma sok dewasa. Ngaku hayo..!
Di pesantren mahasiswa tentunya masih
bertemu dengan ustadz-ustdzah. Hanya saja jika kita menyebut mereka dengan
istilah formal bukan lagi “guru”, tapi “dosen”. Dan kita bukan lagi “siswa”,
tapi “mahasiswa”. Lebih keren dikit kan?! Hehe. Cuma itu bedanya? Tentu saja
tidak. Tapi kita tidak akan membahas perbedaan-perbedaan yang ada antara
pesantren mahasiswa dan sebelum mahasiswa. Karena saya pikir yang terpenting
adalah proses percetakan ulamanya. Itu yang menarik. Ok?!
PERCETAKAN
Tempat yang namanya pesantren itulah tempat percetakan.
Yupz, percetakan para ulama, orang-orang yang semakin langka kita temui di
dunia ini.
Saudaraku, kita sepakat bahwa apapun di dunia ini jika
tidak dilestarikan pastilah punah. Yang nggak punah Cuma perubahan. Ya, karena
hakikat kehidupan sendiri adalah adanya perubahan dan munculnya hal-hal baru
yang terasa aneh bagi manusia. Gitu juga kalo ulama nggak dilestarikan maka
ulama akan punah. Kalo udah punah umat bisa hancur, karena nggak ada bedanya
yang bener dan yang nggak bener berdasarkan pandangan al-qur’an dan as sunnah.
Nggak kebayang jika dunia ini hancur karena dicabutnya
para ulama di sekitar kita. Nggak kebayang juga jika kita bertanya kepada orang
yang kita anggap lebih tahu tentang agama dan lebih faham serta kita anggap
lebih bijaksana ternyata dia menyesatkan. Atau kita bertanya kepada orang yang
kita anggap ulama tapi dia tidak mampu menyampaikan dengan baik sehingga kita
sulit menerima kebenaran yang dia sampaikan.
So, itu mungkin salah satu faktor yang
melatarbelakangi adanya kaderisasi ulama. Apa itu?
Kaderisasi ulama ya proses pengkaderan ulama. (ya tahu
lah kalo definisinya Cuma mengubah bentuk ‘isasi’ menjadi ‘pe-an’). Intinya
adanya kaderisasi ulama karena ulama dirasa berkurang makanya dikader alias
dilestarikan, supaya nggak punah.
Di beberapa tempat di dunia ini ada yang namanya
tempat kaderisasi ulama yang diadakan oleh lembaga-lembaga Islam. Di tempat ini
lah para santri mau dicetak menjadi ulama. jadi merinding membayangkannya..
RESTU ORTU
Restu orang tua adalah segala-galanya bagi kita.
Begitulah seharusnya yang ada dalam benak kita ketika kita akan mengambil
keputusan. Apapun cita-cita kita, alangkah lebih baiknya jika restu orang tua
menyertai kita. Tidak semua cita-cita baik kita direstui oleh orang tua. Bukan
karena apa-apa, sangat mungkin ini karena orang tua belum mengerti dengan
mulianya cita-cita kita, atau ada kendala yang tidak bisa terelak oleh orang
tua kita. Misalnya aja nih, kita pengennya kuliah di kedokteran. Biaya untuk kuliah
di kedokteran mahal, dan setahuku sangat jarang beasiswa yang diberikan untuk
anak-anak fakultas kedokteran (atau saya aja ya yang belum tahu?! Hehe). Kalo
orang tua nggak mampu membayar uang masuk, padahal kita pengen banget masuk ke
kedokteran, dalam kondisi seperti ini kita harusnya nggak memaksakan kehendak.
Kecuali kita udah dijamin gratis biaya kuliah sampai lulus dari kedokteran.
Entah itu oleh lembaga atau sebuah keluarga konglomerat, dsb. Tentu kita
tinggal tunggu restu orang tua dan kita mesti cari cara yang paling baik untuk
menjelaskan kepada orang tua perihal cita-cita kita tersebut.
Nah, keinginan kita masuk pesantren yang kayaknya
mulia banget pun nggak semua orang tua bisa setuju. Mungkin beberapa orang tua
mempunyai pandangan lain mengapa tidak suka anaknya masuk pesantren. Ini pun
nggak boleh dipaksakan. Baik sih niatnya mau jihad dengan merantau untuk
menuntut ilmu, nantinya mau menjaga diri dan orang lain dengan menguasai ilmu
agama. Tapi kalo orang tua nggak merestui, ditambah saudara-saudara lain juga
nggak ada yang mendukung kita, malah bisa jadi masalah besar. Niat baik
mestinya menjalaninya juga dengan cara yang baik. Termasuk mendapat restu orang
tua, mohon kita perhatikan.
Alasan yang meskipun klasik tapi memang itulah
kenyataannya; mereka yang menyebabkan kita lahir di dunia, meskipun kita nggak
minta.
Orang tua, betapa mereka telah mencurahkan segala yang
mereka punya dan mampu untuk kita, kawan. Jangan beregois hati karena cita-cita
baik lalu mengabaikan restu orang tua. Apalagi restu ibu.. hiks. Betapa tega
jika kita tak peduli dengan sarannya. So, kalo emang terpaksa banget kita
berbeda pendapat tentang cita-cita kita dalam hal menentukan dimana kita
sekolah, cobalah konsultasi ke satu atau beberapa orang yang kita anggap bijaksana.
Dan jawabannya nggak akan jauh-jauh dari; bicarakanlah baik-baik, dengan kepala
dingin tentang cita-cita kita masuk pesantren. Please, jangan egoistis..!
Dengan membicarakannya baik-baik kepada orang tua dan doa kepada Allah,
insyaAllah orang tua kita mau memberikan restunya kepada kita untuk menuntut
ilmu di pesantren. Percayalah.
Saya pun pernah mengalaminya. Ya waktu mau masuk PUTM,
orang tua sempat tidak memberikan izin. Salah satu alasannya adalah mereka
khawatir keadaan saya di perantauan. Saya berusaha meyakinkan kepada kedua
orang tua tentang kondisi pesantren yang akan saya tempati berdasarkan
informasi dari beberapa teman yang tahu tentang PUTM bahwa saya akan baik-baik
saja. Dengan saya terus upayakan untuk bicara baik-baik tentang kondisi
pesantren yang akan saya tempati, sistem pendidikan, dan alasan mengapa saya
ingin sekali ke pesantren, akhirnya dengan izin Allah kedua orang tua saya
menyetujui cita-cita saya untuk merantau ke Jogja. Saya sangat bahagia.
SIAPA MINAT?
Barang langka biasanya diburu orang. Adakah itu juga
berlaku untuk percetakan ulama? apakah kebanyakan orang tua memilihkan anaknya
untuk masuk pesantren? Kayaknya enggak. Yang kita lihat orang-orang pada
menyekolahkan anaknya di sekolah umum, yang negri pula. Yang elite tentunya
(ini bagi yang tajir, yang miskin juga ada yang memburu sekolah elite meskipun
dengan maksain banget).
Lebih jarang lagi kalo pesantren udah tingkat
mahasiswa. Begh.. siapa yang minat masuk pesantren? Mahasiswa udah waktunya
berbuat bebas dan nggak perlu diatur. Merasa udah tahu yang benar dan yang
salah jadi ngapain ke pesantren. Belajar Islam kan bisa lewat pengajian..
HARUS ADA MESKIPUN SEDIKIT
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang
yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari
tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.”(QS.
At taubah:122)
Ini ayat yang terpatri dan terus terpatri sejak saya
memutuskan untuk masuk pesantren mahasiswa. Jadi emang nggak sepatutnya umat
Islam semua pergi ke medan perang. Harus ada yang istilahnya tafaqquh fid
din (memperdalam agama). Ya, harus ada meskipun itu sedikit. Dan emang
harus ada yang memperjuangkan urusan selain ilmu agama. So, emang nggak
semuanya harus bertafaqquh fid din. Harus ada yang berkutat di bidang lain.
Namun perlu kita ketahui, menuntut ilmu agama itu
wajib bagi setiap muslim. Maksudnya, seorang muslim gimanapun juga ia harus
punya bekal ilmu agama meskipun nggak semua ilmu agama ia kuasai. Secara, kalo
kita nggak punya sedikit pun ilmu agama, gimana kita mau mengamalkan agama kita
sendiri. Hanya saja nggak semua orang wajib menguasai ilmu-ilmu yang
berhubungan dengan Islam, misalnya tafsir, ilmu hadits, fiqih, dst.
By: Ain Nurwindasari
PUTM Puteri, 2011
Saat penulis masih menjadi thalibat PUTM
semester 5