Yang merasa disekolahin di pesantren atau di
pendidikan ulama dan semacamnya.. di manapun percetakan yang kita tempati
berada maka kita adalah calon ulama. prens, karena kita udah terlanjur
‘nyemplung’ di Pendidikan Ulama ini. Apapun yang terjadi, apapun sistem yang
dijalankan, itulah yang mesti kita hadapi. Jangan lari, jangan mengeluh wahai
calon ulama.
Hidup itu pilihan. Itulah tiga kata yang terrangkai
menjadi satu kalimat yang sangat populer di telinga kita. So, kenapa mesti
disesali kalo kita udah nentuin pilihan mau sekolah di pesantren? ya,, meskipun
toh kita dulu Cuma main-main dan setengah hati mau disekolahin di Pendidikan
yang lain daripada yang lain ini. Tapi mau gimana lagi, masak kita mau
mempermainkan sistem? Masak kita mau mengecewakan ortu sama ustadz-ustadz kita?
Masyaallah..
Urusan dulu kita Cuma setengah hati dan main-main
masuk ke Pendidikan Ulama, biarlah itu menjadi masa lalu. Sekarang kan kita
udah tahu masalahnya kenapa sampai ada Pendidikan Ulama. sekarang kita tatap
masa depan kita. Kita pikirkan apa yang mesti kita lakukan untuk bisa menjadi agen
of change yang benar-benar dibutuhkan oleh umat.
Melakukan dan menjalani sesuatu mestinya kan nggak
setengah-setengah. kalo udah masuk pendidikan ulama, sekalian dong jadi ulama
beneran. ingat kawan, sukses itu bisa kita capai salah satunya jika kita fokus
pada bidang kita. Masih ngelirik dan iri pada sekolah lain? Merasa nggak cocok
ditempatin di tempat yang baik? Atau merasa nggak mampu jadi ulama? Ok tenang
aja, itu adalah rasa yang wajar kok. Seperti orang yang menjadi calon pengahuni
surga itu merasa nggak pantas masuk surga kok. Mereka bahkan selalu was-was
kalau-kalau mereka nggak masuk surga dan justru masuk neraka karena banyaknya
dosa dan amalan yang nggak diterima. Dan emang nggak boleh ke-Pede-an bahwa ia
adalah calon penghuni surga karena bisa menimbulkan kesombongan dan justru
nggak masuk surga. Tapi para calon penghuni surga justru menjadikan rasa takut
dan nggak pantes itu untuk giat beramal, gigih menghindari maksiat dan selalu
berprasangka baik kepada Allah.
So, sekali lagi, kita udah terlanjur memilih jadi
calon ulama. kalo merasa nggak pantes jadi ulama harusnya kita rajin abis dalam
belajar, berdoa penuh kesungguhan supaya bisa menjadi ulama, dan mati-matian
memperjuangkan cita-cita pendidikan kita; cetak ulama masa depan yang mumpuni
dalam bidang agama. Ok tho?!
TEROR?
Di kelas, di kampung halaman, di organisasi, di
tempat-tempat yang kita biasa hinggap, sering kali terdengar suara-suara yang
menanti calon ulama. Tapi kedengarannya juga meneror. Rasanya yang menjadi
sasarannya ini mau sakit perut (baru mau, belum ssakit perut).
Tapi kalo yang menyinggung calon ulama itu orang yang
pandai mengolah kata menjadi pembakar semangat, motivasi yang renyah didengar,
obat yang manis ditelan, hem..pasti kita jadi sumringah, terbakar lah semangat
yang hampir layu, jadi rajin membaca kitab, menelaah buku-buku bermutu tinggi,
menghafal alqur’an, rajin sholat sunnah, memperhatikan dosen dengan penuh
antusias de-el-el. Itu kalo pas kita lagi sadar. Kalo nggak sadar ya, habis
dengar motivasi, kepingan motivasi-motivasi itu udah pecah lalu berhamburan
seiring berhamburan para santri dari ruang kelas atau ruang pertemuan.
NGGAK SEMPURNA
Di dunia ini nggak ada manusia sempurna. Nggak
terkecuali para calon ulama kita. Dan tentu saja, itu nggak luput dari usaha
setan untuk menggelincirkan manusia dari jalan Allah. Karena pesantren bukan
tempat yang nggak bisa ditempati setan. Artinya, di pesantren pun, setan banyak
berkeliaran dan menghalang-halangi anak manusia yang menuntut ilmu serta
mengajarkannya, dan seterusnya.
Setan membuat tipu daya berupa hal-hal yang seakan-akan
nikmat namun mengandung banyak unsur yang melenakan kita dari kewajiban
menuntut ilmu. So, kita mesti teliti dan waspada terhadap hal-hal yang
berpotensi melenakan kita dari menuntut ilmu. Seperti hal-hal berikut inilah
yang perlu kita waspadai.
By: Ain Nurwindasari
PUTM Puteri, 2011
Saat penulis masih menjadi thalibat PUTM
semester 5