Ini adalah bagian dari kisah yang
sudah aku ceritakan sebelumnya dengan judul “Reach Your Dream”. Pada bagian ini
aku hanya ingin menceritakan bagaimana aku yang telah berpuluh-puluh tahun
menginginkan naik pesawat dan akhirnya bisa naik pesawat dengan gratis. Iya,
dengan gratis. Makanya aku juga mengiyakan slogan salah satu pesawat idola
masyarakat ASEAN, “Everyone can fly”. Setuju sekali dengan slogan ini sambil
tersenyum-senyum dan mencoba memejamkan mata ketika membacanya.
Sejak kecil kira-kira ketika aku
sudah tahu bahwa pesawat adalah kendaraan yang berjalan di udara, ada
manusianya, dan penumpangnya adalah orang-orang kaya yang sedang perjalanan
jauh seperti ke Mekkah, maka aku seperti anak-anak lainnya yang sangat
merindukan pesawat. Kami, anak-anak desa yang berasal dari jawa menyebut
pesawat sebagai “montor molok” (pesawat terbang). Kami anak-anak imut nan polos
berteriak tanpa segan ketika pesawat melintas di atas jalan atau atap rumah
kami dengan mengatakan “montor molok, njaluk duweke sak juta rupiah” (pesawat
terbang, aku minta uang satu juta rupiah”. Dengan meneriakkan itu kami sudah
lega dan puas. Setidaknya kami membayangkan bahwa pilot pesawat sudah menoleh
kepada kami dan tersenyum sambil merogoh saku dan akan melemparkan berlembar-lembar
uang ribuan. Hanya saja pesawatnya terlalu cepat berlalu, sehingga pilot tak
sempat membagikan uang itu. Kami tidak peduli. Yang penting teriak.
Ketika siang menjadi hayalan,
malam menjelma menjadi impian. Ya, malam hari aku sering mimpi ada pesawat yang
tiba-tiba mendarat di kampungku. Entah itu mimpi baik ataukah mimpi buruk. Yang
pasti karena aku sering menginginkan naik pesawat, mimpi pun tidak luput
dihampiri pesawat.
Aku kira ketika aku sudah menjadi
remaja atau dewasa aku tidak akan lagi mengidolakan pesawat. Aku ingin move on.
Pesawat adalah masa laluku dengan teman-teman kampungku. Tapi ternyata yang
terjadi sebaliknya. ketika aku sudah di bangku kuliah, benar-benar sedang duduk
di kursi di dalam kelas, aku masih sempat-sempatnya menengok ke lewat jendela
ketika terdengar suara pesawat lewat. Tentu saja teman-temanku yang sangat
pengertian menjadi supporter utamaku ketika ada pesawat lewat, mereka tidak
ingin aku melewatkannya. Mereka pasti memanggilku agar aku menyaksikan pesawat
lewat. Tidak peduli berapa kali pesawat lewat di atas atap asrama kami. Tentu saja
itu tidak selamanya menyenangkan. Ada kalanya di saat yang tidak tepat, ketika
dosen sedang menerangkan, aku masih saja menyempatkan diri menengok jendela
melihat pesawat. Aku pun dapat teguran.
Yang paling indah adalah ketika
selesai sholat maghrib atau isya. Kami sholat di mushollah asrama. Mushollahnya
ada di lantai tiga. Satu-satunya ruangan yang ada di lantai tiga adalah
mushollah. Membuat mushollah ini terkesan begitu istimewa. Di sebelah kanan
mushollah ada pintu menuju tempat jemuran baju. Dan di tempat jemuran baju yang
cukup luas itulah pemandangan pesawat yang akan mendarat di bandara Adisucipto
atau yang baru saja lepas landas terlihat sangat indah dan menakjubkan. Lampu-lampu
pesawat terlihat berkelap kelip, kuning dan merah. Dalam pikiranku
bertanya-tanya, “mereka (penumpang pesawat) itu mau kemana ya? Mereka dari mana
ya?”. Setiap kali melihat pemandangan ini aku selalu bahagia sekaligus terharu.
Tidak jarang di ujung mataku tiba-tiba basah. Saat itu juga aku memejamkan mata
dan memanjatkan doa, “Ya Allah, semoga suatu saat aku bisa naik pesawat.”
Suatu ketika, pada pertengahan
2013, tepatnya di bulan juni, ada tawaran untuk mengikuti MTQ di Padang. Tawaran
ini datang dari teman sekelasku. “Eh, teman-teman.. kampus kita mau ngadain
seleksi peserta MTQ lho. Ikut yuk.” Awalnya aku sangsi. Aku kan nggak bisa
lagu-lagu qiroah, wawasanku juga biasa-biasa aja. Mana mungkin aku bisa lolos
seleksi. Belum berhenti aku berpikir pesimis, temanku melanjutkan, “Eh, ain,
ikut lah. Naik pesawat lho.” Lanjutnya dengan raut muka penuh iming-iming. Spontan
aku tertawa. Sambil bercanda aku menimpali “iya deh, siapa tau aku bisa dapat
tiket pesawat gratis. Hehe ” Singkat cerita aku pun lolos seleksi untuk mewakili
kampusku ke MTQ Padang. Doa yang aku panjatkan selama bertahun-tahun agar bisa
naik pesawat pun terkabul. Selama perjalanan ketika teman-teman sempat
tertidur, aku tidak sedetik pun tidur. aku tidak ingin melewatkan masa-masa
indah berada dalam pesawat ini. Aku pun berdoa agar aku bisa diberi kesempatan
lagi untuk bisa naik pesawat, tentu saja bukan untuk mewakili kampusku dalam
rangka MTQ lagi, karena saat itu saja aku sudah semester 7. Tapi untuk
melanjutkan studi di luar negri. Aku tersenyum-senyum sendiri membayangkannya.
Posting Komentar