I’TIKAF
23 November 2009 No Comment

Jam sebelas malam, di Masjid lima orang anak ngumpul di teras.
“Bandara apa yang disukai sama kaum lelaki”, Rudi ngelempar pertanyaan.
“mmm..apa ya, bandara sukarno-hatta!” jawab Paidi sembarangan.
“Salah. Bandara yang disukai sama kaum lelaki tuh bandara juanda..apalagi juanda kembang hehe!”
“HIHIHIHIIII..” Paidi ketawa ngikik persis mak lampir lagi nakut-nakutin sutradaranya.
“kalo kecoak merayap bernafas dengan corong hawa, kalau ikan berenang bernafas dengan insang, nah kalau orang lagi mbecak bernafas dengan apa hayo?
“ya jelas tetep pake paru-paru, lah!!” kali ini Paidi yakin jawabannya benar.
“Salah!”
“trus apa dong?”
“ hihi..” Rudi ketawa penuh kemenangan “orang mbecak ya bernafas dengan ngos-ngosan tauk!”
“HAHAHAHAAA..”, Junaidi kali ini nyumbang tawa. Biarpun sebenarnya Rudi dan Jodi lebih memilih Junaidi sebaiknya diam, nggak boros-boros ngeluarin aroma terapinya. “TEROOS..TEROOOS, HWAHAHAHAHAAA…APALAGE CUY, APALAGEEE!!”, Pinta Junaidi, suaranya tenggelam bersama ketawa ngikiknya. Saking gak tahannya beberapa anak nahan napas dan yang lain pura-pura ijin ambil air wudhu.
Memang, Junaidi tergolong anggota baru di masjid, baru awal Ramadhan kemaren dia gabung jadi aktivis masjid. Makanya dia belum kesentuh budaya anak masjid yang selalu berprinsip “bersih jasmani, bersih rohani” atau yang dikenal dengan Tut Wuri Handayani (?@!#). Belum lagi ketawanya yang mirip piring pecah, nggak keren dan kurang islami, gitu. Tapi pengalaman biasanya, nanti kalau udah kena pergaulan anak-anak masjid dan dapat bimbingan rutin, dua bulan lagi pasti dia berubah. Termasuk dalam urusan mulut yang kabarnya kemaren-kemarennya dia hanya sikatan kalo udah kerasa sakit gigi aja (yeaak..!)
***
Sohib di panggil BP. Pasalnya, tadi pas jam pelajaran pagi, beberapa anak masjid tertidur dikelas. Bahkan ada yang nggak cuman tidur, si Jodi di kelas XI-2 sampe ngigau-ngigau :
AKU, SEORANG KAPITEN..
MEMPUNYAI PEDANG PANJANG,
KALAU BERJALAN PROK..PROK..PRUOK
AKU SEORANG KAPITEEEEEN !!!
Kontan seluruh kelas berkoor ngakak. Cuman satu yang dibikin keki, pak Harun, guru matemika yang killer, mengakhiri petualan mimpi Jodi ama lemparan penghapus.
Lain lagi dengan si Paidi. Tas bergambar Spiderman milik Sugeng teman sebangkunya bernasib nahas. Basah kuyup kena aliran iler berkekuatan 1 km/jam dari mulutnya. Terang saja Sugeng ngambek, sampe ngancam nggak mau duduk sebangku lagi sama Paidi. Menurut beberapa berita miring yang beredar, aslinya tas Sugeng bergambar Spiderman gagah perkasa, tapi abis kena iler bertuah si Paidi, jadi berubah gambar Spiderman kurus kering kayak kena epilepsi. Diisuin begitu, Sugeng makin ngambek.
”Hib, kok bisa-bisanya di kelas tadi teman-temanmu tidur semua?” Tanya pak Badrun, kepala BP. Sohib jadi sasaran yang dimintai keterangan soalnya Sohib ketua SKI. Dan lagian, sudah rahasia umum, para guru lebih suka berbicara ama Sohib soalnya dia dikenal sebagai pribadi yang bertanggungjawab. kalo diserahi sesuatu, Sohib bisa menyelesaikan dengan baik. Misalkan kemaren, waktu disuruh nyalain lampu ruang guru, dia bisa nyelesain tugas itu dengan baik (yee, itu mah semua bisa).
”saya perlu tanya sama mereka dulu, pak” kata Sohib. Sohib ngerasa malu. Dia berpikir jangan sampe para guru dan siswa mencap negatif pada anak-anak SKI. Kalo sudah sampe begitu, maka gerakan dakwah pasti akan makin susah.
”Hib, bapak ndak mau negur kamu, tapi mau nyalahkan kamu (ih, sama aja), maksud bapak, yah kalo bikin kegiatan Masjid malam hari tolong diperhatikan efek-efeknya, mereka kan besok masih harus sekolah….bla..bla..bla..(dan seterusnya, maaf adegan si bapak dengan sohib terpaksa dipotong karena terlalu lama), OK! Kamu mesti berjanji sama bapak, tidak akan ada lagi anggota kamu yang ngantuk dan tidur di kelas, gimana?”
”bb..baik pak, saya pegang tanggungjawab tersebut”, Jawab Sohib.
Sohib keluar ruangan. Sebenarnya dia sudah khawatir, yang bikin anak-anak ngantuk di sekolah jangan-jangan karena acara tadi malem. Ya, kan nih hari udah masuk sepuluh malem terakhir Ramadhan. Ceritanya Sohib dekaka ngebikin acara i’tikaf di Masjid. Semua anak-anak Masjid semaleman pada ngumpul di Masjid. Karena sedikit tidur, maka akhirnya paginya mereka semua mengantuk.
Siang pulang sekolah, Sohib langsung ngumpulin anak-anak Masjid yang tadi malem ikutan I’tikaf. Tak seperti biasa Sohib bawain diri. Biasanya senyumnya selalu mengembang, sekarang sengaja dihilangin. Anak-anak yang tadinya masih becanda jadi diem ketika diliatin sama Sohib.
Suasana hening. Masing-masing anak saling bertatapan. Saling tarik-tarikan baju, bisik-bisik, nanya-nanyain AADC (Ada Apa Dengan Cohib).
”saudaraku”, kata Sohib berwibawa, memecah keheningan ”tadi pagi jam istirahat saya dipanggil BP, beliau menegur kita karena beberapa diantara kita tidur dikelas”
Beberapa anak yang merasa tidur, kini tertidur, eh, tertunduk. Malu.
”saya sangat faham, muslim yang baik tidak akan pernah melewatkan kesempatan sepuluh malam terakhir. Kita semua mengimani malam lailatul Qadr sebagai malam yang lebih utama dari seribu bulan dan membuat kita bersemangat untuk meraihnya. Tapi rekan..rekan” suara Sohib melandai pelan. Sementara semua wajah menatap penuh pertanyaan. Akankah..oh..akankah pak Ketua mengeluarkan kebijakan itu..
”tapi kita harus juga tahu, bahwa sebagai pelajar kita punya kewajiban belajar. Kita punya kewajiban memegang akhlak Islam didepan banyak orang, kita punya kewajiban menaati peraturan sekolah, ketika guru mengajar sangat tidak patut kita mengabaikan beliau dengan tidur, kita menyakiti hatinya, ingat, padahal kita sedang berpuasa teman-teman”.
Beberapa wajah tampak menyesal.
” Oleh karena itu rekan-rekan, dengan berat hati saya putuskan, kegiatan I’tikaf di Masjid sekolah ini saya hentikan”
”Baru kali ini saya melihat Sohib kurang bijaksana!!” suara lantang muncul dari belakang. Junet angkat bicara. ”bagaimana mungkin, yang bermasalah hanya beberapa, tapi yang kena imbasnya kami semua, itu namanya bagai air di daun talas (ih nggak nyambung amat)”
Munip menambahkan, ”iye hib, gue tadi di kelas nggak tidur, kok, cuman ijin ke UKS buat istirahat bentar” (ih, sama aja kale)
”bener kata teman-teman hib, yang salah nggak semuanya, dan bukan kegiatan i’tikaf itu yang salah, kamilah yang salah hib, waktu itu….kami berlima, saya, Rudi, Jodi, Junaidi dan Paidi, nggak ngelaksanain saran kamu buat tidur jam 9 dan bangun lagi nanti jam satuan, kita semua di teras ngobrol dan main tebak-tebakan sampe jam dua belas..dan terbukti yang tidur di kelas cuman kami-kami aja”
”nah, ketahuan sekarang siapa yang bermasalah”, kata salah seorang perserta rapat.
”MasyaAlloh Ardi, Jodi, Junaidi, Rudi, Paidi, apa kalian tak mengerti apa itu i’tikaf, hah?, I’tikaf itu berdiam diri di Masjid, apa yang kalian lakukan itu bukan I’tikaf tapi cuman mindahin acara main-main dari rumah ke Masjid. Dalam I’tikaf kita disuruh melakukan perenungan, membaca Al-Qur’an, berdzikir, mendalami ilmu agama, dan sholat sunnah di dalam masjid. Kalaupun tak sanggup di lakukan semalaman penuh, kita dibolehkan kok untuk tidur, tidur dengan niat i’tikaf juga pahala” Sohib rada emosi.
”kita bener-bener minta maaf”
”maaf akhi, saya tak maksud menjelek-jelekkan antum semua. Tapi kelakuan itulah yang harus cepat-cepat saya koreksi supaya I’tikaf kita tidak menjadi sia-sia. Sangat rugi.., Dan saya tetap memegang kebijakan saya tadi, bahwa I’tikaf di Masjid sekolah ditiadakan. Bukan hanya karena kekhawatiran tragedi tidur dikelas terjadi lagi sehingga mencemarkan nama baik kegiatan Masjid tapi juga saya melihat beberapa diantara kita jarak antara rumah dan sekolah amat jauh dan itu sangat menyusahkan melihat besoknya harus segera pulang dan kembali lagi ke Sekolah. Kalau mau I’tikaf silahkan bikin acara masing-masing di masjid-masijd terdekat”
***
Malam tanggal 23 Ramadhan, Sohib bersiap-siap pergi ke Masjid dikampungnya untuk I’tikaf. Ketika masuk ke dalam Masjid, dalam remang-remang, Sohib ngeliat ada banyak orang berI’tikaf. Tak seperti biasanya. Dan makin dekat, Sohib terhenyak karena semua yang ada di situ adalah orang-orang yang amat dia kenali. Anak-anak Masjid. Dari belakang Sohib dikagetkan oleh seseorang yang berbisik.
”maaf pak Ketua, Masjid sekolah boleh ditutup, tapi kesempatan emas ndak boleh ikutan tertutup, I’tikaf harus jalan terus”, Suara Jodi. Sohib memeluk tubuh sahabatnya itu.
Tepat jam 10 sebagian anak sudah berbaring istirahat. Paidi yang ahli ngiler sudah siap dengan kantong plastik yang di pasang menutup mulutnya, kayak alat bantu oksigen, biar nggak ngotorin Masjid. Jam satu malam mereka bangun dan melaksanakan Qiyamullail bersama. Sohib memimpin sesi muhasabah. Hampir semua menangis, saat Sohib mengingatkan tentang sebentar lagi kita akan ditinggalkan oleh bulan penuh rahmat dan ampunan, Ramadhan yang mulia.
***
Keesokan harinya Sohib dipanggil pak Kepala Sekolah. Ada apa lagi gerangan?, tapi ternyata kabar gembira, Sohib dan anak-anak Masjid diminta untuk menjadi panitia malam I’tikaf para guru. Semua guru diwajibkan beri’tikaf di Masjid sekolah. Dalam hati Sohib bersyukur. Berharap sekolah yang ia cintai itu makin hari makin islami.

http://nurulhayat.org/2009/11/23/itikaf/

Post a Comment