DEWASA, KAYAK APA?
Apa itu dewasa?
Sering kita dibingungkan oleh satu kata ini. Dewasa. Sudahkah kita dewasa ataukah kita masih anak-anak? Kadang-kadang kita dibilang dewasa, kadang-kadang dibilang masih anak-anak. Teman-teman yang sudah kuliyah pun ikut-ikutan bingung Cuma gara-gara dikatakan kamu nggak dewasa banget sih!!. Sebenarnya apa yang menentukan kedewasaan seseorang?
Ok. Ok. Langsung saja kita bahas kedewasaan ini. Sobat , perlu tahu bahwa orang yang dewasa mempunyai ukuran-ukuran tertentu. Menurut sebuah artikel di salah satu situs yang penulis telusuri, minimal hal-hal berikut harus ada pada diri kita jika kita ingin dikatakan dewasa:
1. Bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
2. Bisa mempersiapkan hal-hal yang akan terjadi di masa yang akan datang.
3. sadar bahwa dirinya tidak lagi anak-anak yang selalu merengek, mengeluh, tidak menerima kenyataan, dll.
Pengalaman
Sobat PUTM, ternyata kedewasaan seseorang itu sangat dipengaruhi oleh pengalaman. Biasanya seseorang yang dewasa karena banyak belajar dari kesalahan yang sudah ia perbuat. Bukan justru ia mengulang kesalahan yang sama. Seorang Muslim tidak akan jatuh di lubang yang sama kan?!.
Pengalaman yang memberikan tantangan juga memacu kedewasaan seseorang lebih cepat. Karena semakin banyak seseorang mengalami kejadian yang membuatnya bekerja dan berpikir keras maka ia semakin terlatih dan siap untuk menghadapi kehidupan. Bukankah seperti itu pula yang terjadi pada diri Rosulullah? Beliau sejak berusia 12 tahun sudah ikut berdagang ke luar negri (tidak naik pesawat lho) bersama pamannya. Sejak kecil beliau juga kehilangan kasih sayang dari kedua orang tua, maka hal itu membuat beliau lebih cepat dewasa. Dalam arti beliau lebih mudah menghadapi kehidupan. Dan terbukti, beliau sukses menggenggam dakwah Islam dalam waktu yang menurut kesepakatan dunia sangat singkat. Subhanallah!
Sebaliknya, anak yang terbiasa hidup dengan banyak fasilitas dan materi membutuhkan waktu yang lama untuk bisa dewasa. Secara, anak yang hidupnya ‘serba ada’ akan hidup tenang-tenang saja. Ia tidak pernah mengalamai desakan hidup dalam kesehariannya. Misalnya ia tidak harus membantu orang tuanya mencari uang dengan berpanas-panas di sawah, mengambil air di mata air, mencucikan baju orang tua dan adik-adiknya, dan sebagainya. Justru ia dimanjakan dengan sepeda motor yang berganti-ganti, pakaian yang selalu baru dalam waktu yang tidak lama, baju dicucikan, tidak pernah diajak melihat atau merasakan betapa susahnya bekerja dan sebagainya. So, anak yang hidupnya serba ada dan nyaman akan cenderung manja, bermalas-malasan dan berprilaku boros. Ia akan terus bergantung kepada orang tua selama mungkin dan tidak berpikir untuk mandiri. Kedewasaan pun lambat. Kalau pun mereka dewasa, mereka akan dewasa dengan terpaksa karena kedewasaan yang mereka capai tidak muncul dari keinginan sendiri. Kalau pun muncul keinginan untuk hidup terpisah dengan orang tua, meskipun sering beralasan ingin hidup mandiri, kebanyakan mereka hanya ingin hidup bebas tanpa aturan dan kontrol dari orang tua. Betul tidak?!
Namun, tidak semuanya mutlak seperti paparan di atas. Ada juga yang justru dengan keterhimpitan hidup, mereka menjadi kufur, tidak mau berusaha dan pasrah dengan nasib yang menimpa. Dan, ada juga anak yang hidup di lingkungan mewah tetapi orang tuanya mendidiknya dengan pola hidup sederhana. Orang tua tidak selalu mengabulkan permintaannya tapi memotivasinya untuk berpikir terlebih dahulu tentang apa pentingnya fasilitas, bagaimana agar anak memanfaatkan sebaik-baiknya, dan seterusnya.
So, bersyukurlah jika kita dilahirkan tidak di tengah-tengah keluarga yang serba ada dan mewah. Bersyukurlah jika kita sempat ikut memikirkan mengapa keinginan kita sering tidak terpenuhi. Berbahagialah jika kita hidup di lingkungan yang penuh dengan peraturan yang ketat karena hakikatnya kita sedang dilatih menjadi orang yang dewasa. Syaratnya, kita harus mentaati peraturan itu dengan sadar alias tanpa keterpaksaan.
Kedewasaan beragama
Bahasan tentang kedewasaan di atas adalah secara umum. Lalu bagaimana orang yang dewasa dalam beragama?? Kedewasaan seseorang dalam beragama bisa diukur dengan ketaqwaannya. Semakin seseorang bertaqwa berarti ia semakin dewasa. Sebagaimana dalam QS. Al Baqarah:183.
“ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,”
Hal ini karena taqwa dimulai dengan takut kepada Allah lalu seseorang termotivasi untuk mengerjakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangannya. Proses menuju taqwa itulah proses kedewasaan seseorang dalam beragama. Ini karena menjalankan perintah-perintah Allah apalagi menjauhi larangan-larangan-Nya membutuhkan perjuangan yang tidak mudah. Aa Gym juga pernah mengatakan bahwa kesuksesan seorang muslim ukurannya adalah takwa. So, jika kita ingin mengetahui apakah kita sudah dewasa ataukah belum, silahkan mengukur ketaqwaan kita masing-masing kepada Allah SWT. ukurlah dengan barometer yang benar, yakni Al Qur’an dan Al Hadits. Bukan dengan ukuran pendapat teman kita, dosen kita dan ukuran-ukuran yang lain.
Penulis yakin kita tidak puas dengan bahasan tulisan singkat mengenai kedewasaan ini. selain karena keterbatasan wacana, penulis berharap kita akan menggali dengan berbagai cara untuk menemukan arti kedewasaan. Agar kita sebagai penuntut ilmu tidak puas dengan ilmu yang kita dapatkan. Belajarlah dari banyak hal, dan Selamat belajar KEDEWASAAN!!
16 Oktober 2010
Ain NurWS

Post a Comment