BAB MENGHADAP KIBLAT

Kiblat kaum muslimin ialah Ka’bah yang dimuliakan, yang merupakan tanda ketauhidan dan persatuan mereka sekaligus tempat arah pandangan, tempat bertemunya hati dan ruh mereka.
Dan Allah telah mendirikan Ka’bah ini untuk manusia dalam kondisi agama dan dunia mereka. Dan untuk keamanan ketika ada kesulitan. Mereka mendapati suatu ketenangan, keamanan dan keimanan dalam naungan ka’bah. Yang kekal pada Ka’bah ialah dijadikannya Ka’bah sebagai tempat Haji dan dikunjungi. Itulah tanda kekalmya agama dan penegaknya.
Nabi SAW sebelum berhijrah menghadap Ka’bah sekaligus Baitul Maqdis. Ini merupakan pendapat yang masyhur. Lalu ketika beliau sudah berhijrah, beliau menghadap ke Madinah yang di dalamnya terdapat orang Yahudi. Beliau kemudian meringkasnya menjadi menghadap ke Baitul Maqdis saja selama 16 Bulan.
Nabi SAW memperlihatkan kerinduan untuk menghadap Ka’bah sebagai tanah yang paling mulia di bumi dan juga bekas bapak para Nabi yakni Imamul Hunafa’ (Ibrahim Al kholi) AS. Lalu kiblat diganti menjadi ke Ka’bah pada tahun ke-2 Hijriyah.
Sholat menghadap kiblat telaha ada dalam Al qur’an, sunnah dan ijmak. Dan menghadap kibalat merupakan syarat shlat. Sholat tidakakan sah tanpa menghadap kiblat kecuali bagi yang tidak mampu, atau sholat sunnah di atas binatang tunggangan sebagaimana akan datang dalam hadits-hadits berikut. Insya Allah.

HADITS KE 65
Dari Abdullah bin Umar RA: bahwa Rosulullah SAW bertashbih (sholat sunnah) di atas punggung kendaraannya sesuai arah wajah (hewan tunggangan beliau) menghadap yang memberi isyarat dengan kepalanya. Dan Ibnu Umar pun melakukannya. Dan dalam suatu riwayat: beliau pernah shlat witir di atas untanya. Dan hadits dari Imam Muslim: belaiu tidak melakukan sholat wajib di atasnya. Dan dalam hadits Bukhori. “kecuali sholat wajib.”

MAKNA GLOBAL:
Pada umumnya dalam syariat Islam, sholat fardhu dengan sholat sunnah hukum-hukumnya sama. Hal ini adalah pada hakikatnya. Maka hukum apapun yang datang pada salah satunya merupakan hukum yang berlaku bagi keduanya. Akan tetapi ada juga sbeagian dalil yang mengkhususkan suatu hukum hanya bagi salah satunya dan tidak berlaku bagi yang lain.
Sedangkan dengan adanya perbedaan antara kedua sholat ini maka pada umumnya muncul keringanan hukum dalam sholat sunnah, bukan sholat wajib. Di antaranya ialah hadits di atas. Karena ketika yang dituntut adalah memperbanyak sholat sunnah dan menyibukkan diri dengan sholat sunnah maka hukum sholat sunnah pun diringankan.
Maka Rosulullah SAW pernah sholat ketika dalam perjalanan di atas punggung kendaraannya sesuai kendaraannya mengahadap. Meskipun kendaraannya tidak menghadap kiblat. Dan beliau memberi isyarat untuk rukuk dan sujudnya.
Tidak ada perbedaan antara sholat sunnah mutlak, sholat-sholat rowatib maupun sholat yang dilakukan karena sebab-sebab tertentu. Oleh karena itu beliau sholat di atas kendaraan untuk menguatkan sholat-sholat sunnah. Dan sholat sunnah tersebut ialah sholat witir.
Sedangkan sholat wajib lima waktu jarang terjadi. Musafir tidak disibukkan oleh hal ini. Dan wajib menjaga dan menyembunyikannya. Oleh karena itu tidak sah sholat wajib dikerjakan di atas kendaraan kecuali ketika dalam keadaan darurat.

HUKUM-HUKUM YANG DAPAT DIAMBIL DARI HADITS INI:
1. Boleh sholat sunnah di atas kendaraan ketika safar. Dan apa yang dilakukan oleh Ibnu Umar lebih kuat daripada semata-mata riwayat hadits.
2. Imam Ahmad dan Abu Tsaurin berpendapat bahwa menghadap kiblat dilakukan pada saat memulai sholat berdasarkan hadits dari Anas, bahwa Rosulullah SAW apabila ingin sholat sunnah ketika safar maka beliau menghadapkan untanya ke kiblat, kemudian beliau sholat kemana kendaraanya menghadap. Dan dhahir hadits ini umum.
3. Tidak boleh sholat wajib di atas kendaraan tanpa adanya darurat. Para ulama’ mengatakan: agar menghadap kiblat tidak luput. Karena hal itu akan luput ketika ia berkendara. Sedangkan ketika dalam keadaan darurat berupa ketakutan dan banjir maka dibolehkan sebagaimana hadits-hadits yang mensahkannya.
4. memberi isyarat disini ialah bisa menggantikan fungsi rukuk dan sujud.
5. kiblat orang yang sholat sunnah di atas kendaraan ialah arah dimana ia menghadap.
6. witir tidaklah wajib. Dimana Rosulullah SAW mengerjakannya di atas kendaraan.
7. Kemudahan akan masuk pada setiap hal yang menjadi kebutuhan. Hal ini merupakan bagian dari kelembutan Allah yang melindungi hamba-hamba-Nya.
8. Toleransi syariat Islam, motivasi kepada hamba-hamba-Nya untuk menambah ketaatan dengan memberi kemudahan jalan. Maka segala puji dan karunia hanya milik Allah.
9. Ash Shun’any menyebutkan bahwa lafadz-lafadz dalam hadits ini dikumpulkan dari beberapa riwayat dalam Bukhori dan Muslim. Dan lafadz-lafadz dalam riwayat tersebut tidak terdapat dalam shohih Bukhori-Muslim.
10. Hadits ini tidak menunjukkan bahwa merendahkan / posisi badan dalam sujud lebih rendah daripada rukuk. Hal itu hnaya terdapat dalam hadits Jabir, dimana ia mengatakan, “saya datang sedangkan beliau sholat di atas kendaraannya ke arah timur dan sujudnya lebih rendah daripada rukuknya.” Dan Imam Tirmidzi serta Abu Dawud pun meriwayatkan hadits ini.
11. Mayoritas ulama’ berpendapat, boleh tidak menghadap kiblat baik ketika dalam safar yang panjang maupun pendek kecuali bagi orang yang mampu. maka dikhususkan pada safar yang sholatnya diringkas. Dan tidak seorang pun yang menyepakati pendapat ini.

Terjemah oleh: Ain NurWS, thalibat PUTM Putri
Ditulis dari hasil kuliah mata kuliah Ibadah
Dosen Pengampu: Drs. H. Zaini Munir F, M.A


IKHLASH

Post a Comment