HADITS KE 66
Dari Abdullah bin Umar RA, ia berkata: ketika orang-orang berada di masjid Quba’, saat sholat shubuh, tiba-tiba seseorang mendatangi mereka dan mengatakan.” Sesungguhnya Nabi SAW telah diturunkan al qur’an kepadanya pada suatu malam, dan sungguh beliau telah diperintahkan untuk menghadap Ka’bah.” maka hendaklah kalian menghadap ke Ka’bah. dan wajah mereka ketika itu mnegahadap ke Syam lalu mereka mengubah arah menjadi ke Ka’bah.

MAKNA GLOBAL
Sudah disebutkan sebelumnya bahwa ketika Nabi SAW berhijrah ke Madinah yang disana banyak orang Yahudi, maka muncullah hikmah yang menunjukkan bahwa kiblat Nabi SAW dan kaum muslimin ialah kiblatnya para Nabi para pendahulu yakni Baitul Maqdis. Maka mereka sholat menghadap ke kiblat itu selama 16 atau 17 bulan.
Dan Nabi SAW menunjukkan kerinduannya untuk menggantinya menjadi menghadap ke Ka’bah yang dimuliakan. Lalu Allah SWT menurunkan ayat:
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidilharam.”(QS. Al Baqarah:144)
Maka salah satu sahabat keluar ke masjid Quba’ yang ada di luar Madinah dan ada orang yang belum sampai kepadanya penasakhan kiblat dan mereka sholat menghadap kiblat yang pertama. Lalu ia memberitahukan pengubahan arah kiblat ke Ka’bah ini dan bahwa Nabi SAW telah mendapat wahyu tentang perintah ini. Beliau menunjukkan ayat yang terdahulu dan beliau sholat mneghadap Ka’bah.
Maka karena kefahaman dan cepatnya pemahaman serta baiknya pemahaman mereka, mereka lantas mengubah arah dari arah Baitul Maqdis (kiblat mereka yang pertama) ke kiblat mereka yang kedua yakni Ka’bah yang dimuliakan.

HUKUM-HUKUM YANG BISA DIAMBIL DARI HADITS INI:
1. Pada awal hijrah, kiblat ialah ke Baitul Maqdis. Kemudian diubah ke Ka’bah.
2. Kiblat kaum Muslimin tetap di Ka’bah yang dimuliakan. Maka wajib bagi orang yang menyaksikannya menghadap ke Ka’bah itu sendiri dan bagi orang yang jauh dari Ka’bah menghadap ke arahnya.
3. Tanah yang paling utama ialah Baitullah. Karena kiblat istetapkan disana. Dan Nabi yang agung beserta umatnya yang terpilih tidak akan ditetapkan kecuali di atas yang paling utama.
4. Bolehnya penasakhan sebuah syariat untuk menyelisihi orang Yahudi dan orang-porang yang mengikuti mereka dari golongan orang yang mengingkari naskh.
5. orang yang sholat mnegahdap ke suatu arah kemudian di tengah sholat ia baru tahu bahwa arahnya itu salah, maka ia memutar arah dan tidak memotong sholatnya. Dan yang sudah lewat tadi sah.
6. Tidak ditetapkan suatu hukum atas mukallaf kecuali setelah hukum tersebut sampai kepadanya. Maka sesungguhnya kiblat dipindah meskipun sesudah dipindah namun penduduk Quba’ belum mendapatkan kabarnya lalu mereka sholat mengahdap Baitul Maqdis merak tidak perlu mengulang sholat mereka.
7. Hadits ahad yang tsiqoh (jika dikelilingi oleh indikator-indikator diterima) maka dibenarkan dan diamalkan.
8. Disyariatkan melakukan gerakan ketika sholat meskipun banyak jika untuk kemashlahatan.
9. Pemberitahuan melalui telepon maupun radio bisa diterima dalam hal masuknya bulan Ramadhan atau selesainya dan pemberitahuan lain yang berkaitan dengan hukum-hukum syar’i. Karena meskipun dinukil melalui satu orang ke orang lain kecuali ia dikelilingi oleh indikator-indikator dibenarkannya, apa yang menjadikan jiwa menjadi tenang dan tidak ragu dalam membenarkan berita. Dan percobaan yang berulang-ulang telah menguatkan hal itu.
10. Ath Thahawy berkata: hadits ini menjadi dalil bahwa orang yang tidak mnegetahui perintah wajib dari Allah SWT dan belum mendapat dakwah maka hukum tidak ditetapkan atas orang tersebut. Dan argumen ini tidak kuat. Para ulama’ ushuliyin menambahkan bahwa kefahaman merupakan sebuah syarat pembebanan (suatu hukum kepada mukallaf). Dan dari Ibu Taimiyah dalam hal yang semisal ini ada dua pendapat: salah satunya adalah sesuai apa yang telah disebutkan tadi.


IKHLASH

Post a Comment