Saat ku lepas lelahku dalam pembaringan, sejenak kusisihkan waktu. Sehari ini kemana saja ku pergi? Ke mana kaki ini mengayuh langkah? Ada banyak kata telah ku ucapkan, ada banyak hal telah ku lakukan, bahkan hatiku tak diam bersuara di balik dinding-dinding kebisuan. Aku tahu sedetik pun tidak lepas aku dari pengawasan Allah. Mengingat itu aku malu. Bahkan terlalu malu untuk berkata jujur pada diri sendiri. Telah banyak kezaliman yang ku lakukan.
Mungkin benar, aku mencintai makhluk-Nya. Begitu dalam hingga selalu kusebut namanya dalam waktuku. Gelisahku datang memburu saat wajah itu menghilang dari hari-hariku. Ku sadari itu, ia begitu menyita perhatianku. Kalau boleh jujur aku telah lalai dari mengingat-Nya. Karena hatiku dipenuhi namanya....My honey, pujaanku. Ingin kubuktikan bahwa aku begitu mencintainya tapi begitu sulit kulakukan itu pada-Mu, ya Rabb padahal aku tahu Kau begitu mencintaiku betapapun aku sering mengkhianati-Mu.
Sayang, kadang hati ini terlalu rapuh untuk sekadar berkata jujur bahwa aku telah mengkhianati-Mu. Hingga kubiarkan diriku terpuruk di antara luka yang terus kugali dengan tanganku sendiri. Aku mencintai dan mendamba kasih sayang makhluk-Mu dan melupakan pemberi kasih sayang yang sebenarnya. Pintarnya aku berdalih bahwa semua ini adalah wajar adanya. Ini adalah bagian dari kehidupan yang harus kujalani. Bagian dari takdir bahwa aku dianugerahi perasaan cinta. Aku harus mensyukurinya.
Kadang pula terlalu sombong kukatakan bahwa aku mampu membagi cintaku dengan sebaik-baiknya. mencintai-Mu sekaligus mencintai seseorang di hatiku. Namun ternyata aku hanya bisa berkata, tak mampu membuktikannya. Cintaku nyata tertuju pada makhluk-Mu. Begitu berat kujalani apa yang Engkau perintahkan sementara memenuhi keinginan seseorang yang kukasihi terasa ringan. Herannya mengapa terus kujalani semacam ini? nasihat yang datang padaku bagai sesuatu yang aku muak mendengarnya. Inikah ambisiku, inikah nafsuku? Bila memang begitu, betapa ruginya aku.
Aku tahu Engkau tak pernah meminta lebih padaku. Bahkan tak pernah meminta karena sesungguhnya semua yang kulakukan akan kembali padaku. Yakni kelak di Yumul Mahsyar, saat tak ada lagi pertolongan siapa yang akan kumintai pertolongan. Allah? Tidakkah aku malu sementara saat ini nafsuku selalu mengabaikan-Mu.
Ah...besok suatu hari pasti aku akan berubah. Biarlah saat ini kunikmati apa yang tengah kujalani, begitu pikirku. Padahal, jauh di lubuk hati suara itu mengutukku. Apa kau yakin masih ada waktu? Adakah jaminan esok engkau masih bisa menghirup nafas? Menohok dan menyudutkanku. Tapi aku belum mampu memenuhi panggilan Rabb-ku, rengekku.
Sebenarnya aku bisa melakukannya, memurnikan cinta kepada-Mu selagi aku mau. Ya seharunya itu yang kulakukan. Aku tak seharusnya membiarkan diri dalam kegurian.
Dari Abu Daud ra, ia berkata bahwa Rosulullah SAW bersabda: Di antara doa Nabi Daud as, yaitu “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kecintaan –Mu dan kecintaan orang-orang yang mencintai-Mu dan amal yang menyampaikanku pada cinta-Mu. Ya Allah, jadikanlah kecintaanku kepada-Mu lebih aku cintai daripada diriku sendiri, keuargaku, dan air yang sejuk (harta).” (HR/ Tirmidzi)
(dikutip dari buku “Saat cinta datang belum pada waktunya”, karya Ari Pusparini. Penerbit: Pro-U Media, Yogyakarta, 2009)

Post a Comment