Mungkin nggak banyak orang yang memperhatikan perubahan dirinya. Dengan kata lain, cuek terhadap diri sendiri. Dia nggak mengukur apa saja yang telah berubah dalam dirinya, apakah waktu yang telah dilewatinya dari detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun, dan seterusnya, mampu membawanya menjadi lebih baik dari sebelumnya atau sebaliknya. Kita enjoy dengan cuek terhadap diri sendiri seperti itu?
Dulu, kita sopan, santun terhadap orang lain, sekarang kita ‘lebih berani’ dan ‘lebih nakal’. Dulu, kita pendiam bagai putri malu, sekarang cerewet bagai host sebuah acara kuis di Televisi. Dulu sabar sekarang tidak bisa menunggu barang sebentar saja. dulu giat belajar sekarang malasnya luar biasa. Dulu berangkat sholat penuh semangat sekarang sholat terasa bosan dan berat. Dulu dermawan sekarang pelitnya minta ampun. Dulu hemat sekarang boros. Dulu sederhana sekarang lebay. Dulu nggak berani main-main sama lawan jenis sekarang berani menggoda bahkan membuat janji yang tak pasti dengan lawan jenis, dan seterusnya. Hayo.. Apa yang sedang terjadi pada diri kita? itukah perubahan yang mesti terjadi pada diri kita karena pergaulan yang mengharuskannya?
Kawanku, lingkungan adalah faktor utama dalam perubahan warna prilaku kita. lingkungan punya andil besar untuk membuat kita menjadi merah, biru, hijau, ungu, putih, atau hitam, dan seterusnya. Kita baru sadar bahwa kita sudah berubah ketika kita melihat sosok punya karakter yang dulu pernah kita perankan. Atau kita baru sadar ketika ada sang inspirator kita yang dulu pernah menginspirasi diri kita. atau kita baru sadar ketika teman megingatkan, “kenapa kamu sekarang banyak berubah? Kenapa sekarang kamu tidak sabaran, cerewet, tidak santun, lebay dan sebagainya? Padahal dulu....”
Ah, betapa tersentuhnya hati kita ketika teman, saudara, orang tua, atau guru kita mengatakan bahwa kita telah berubah. Bukan berubah menjadi baik, tapi menjadi lebih buruk. Betapa kita akan berfikir, memangnya dulu kita seperti apa dan sekarang seperti apa? Belum lagi kita akan berfikir, betapa orang-orang dekat memendam kekecewaan atas perubahan tidak baik yang ada pada diri kita. ya, mereka kecewa.
Sebaiknya kita berfikir, apa yang telah terjadi pada diri kita.
Sebaiknya kita berfikir ulang, baikkah sikap cuek terhadap perubahan perilaku kita biarkan? Jika perubahan pada diri kita adalah semakin baik, maka bersyukurlah. Jika sebaliknya, maka istighfarlah. Kita tentu tidak ingin membuat orang-orang terdekat kita menjadi kecewa karena perubahan buruk pada diri kita. lebih dari itu, kita tidak ingin membuat diri kita sendiri kecewa di suatu saat nanti, ketika sudah tidak berguna lagi perbaikan diri. Ketika kita sudah dikumpulkan di padang mahsyar. Karena siapa yang tahu jika kita bisa menghabiskan masa muda kita? siapa yang menjamin esok hari kita masih hidup?
Dan lebih jauh lagi, lebih dari semuanya, tentu kita malu dengan Yang Maha Mengawasi kita setiap saat, setiap detik, setiap langkah, bahkan gerak hati kita, yang tak kuasa kita lepas dari Pengawasannya. Kita akan malu jika kita semakin tua semakin tidak baik.
Ataukah kita merasa sudah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Hati-hati, bisa jadi hal itu membuat kita melupakan sisi lain dari diri kita yang memburuk. Bisa jadi.
Semangat menjadi baik harus tetap menyala dan harus selalu menyala. Tapi merasa menjadi baik adalah salah satu penyebab kita menjadi ujub (bangga terhadap diri sendiri). selalu muhasabah diri, keep smile...;)
Aku khawatir terhadap suatu masa yang roda kehidupannya dapat menggilas keimanan. Keimanan hanya tinggal pemikiran, yang tidak berbekas dalam perbuatan.
Banyak orang baik tapi tidak berakal. Ada orang berakal tapi tidak beriman.
Ada lidah fasih tapi berhati lalai. Ada yang khusyu’ namun sibuk dalam kesendirian.
Ada ahli ibadah tapi mewarisi kesombongan iblis. Ada ahli maksiat rendah hati bagaikan sufi.
Ada yang banyak tertawa hingga hatinya berkarat & ada yang banyak menangis karena kufur nikmat.
Ada yang murah senyum tapi hatinya mengumpat & ada yang berhati tulus tapi wajahnya cemberut.
Ada yang berlisan bijak tapi tak memberi teladan & ada pelacur yang tampil menjadi figur.
Ada orang punya ilmu tapi tak faham. Ada yang faham tapi tak menjalankan.
Ada yang pintar tapi membodohi. Ada yang bodoh tapi tak tau diri.
Ada orang beragama tapi tak berakhlak. Dan ada orang berakhlak tapi tak ber-Tuhan.
Lalu, di antara semua itu dimana aku berada?
(Ali Bin Thalib ra)
Juli 2011
By: cahaya mata
Posting Komentar