INILAH HARI-HARI TERAKHIR KALIAN MEMBACA KITAB
Begitu masuk ke kelas, semua suara tertahan kecuali beliau, sang ustadz yang sudah lama kami tunggu kedatangannya. Senyumnya mengembang bersamaan dengan tatapan semangat para thalibah. Begitu bertitah, suaranya berat, dengan tempo yang begitu lambat. Membuat suasana menjadi hening. Kami semua terdiam.
Beliau memandang kami sejenak dan mulai mengeluarkan nasihat-nasihat seumpama kristal putih yang siap kami terima, kami bungkus, dan kami bawa pulang penuh suka cita. Mungkin..
dan inilah, beliua mulai meluncurkan kristal-kristal itu...
“perjalanan kuliah ini sudah dua tahun. (karena kami masuk PUTM tahun 2009 bulan Juni akhir dan sekarang pertengahan Juli 2011). Berarti kurang satu tahun lagi.” ustadz menghentikan suaranya sejenak, kemudian melanjutkan.
“waktu yang sangat singkat,jika diukur dari tujuan, visi, dan misi PUTM.” Kata-kata ini membuat kami merinding. “untuk melahirkan ulama, muballigh, sekaligus pendidik. Sekalipun ketiganya tidak bisa dipisahkan. Ulama itu juga muballigh, juga merupakan pendidik. Namun ulama disini adalah lebih banyak pada kepribadiannya. Sedangkan muballigh adalah pada aktifitasnya. Dan pendidik adalah profesinya.” Ustadz terdiam beberapa saat.
“yang paling kita tekankan adalah ulama’-nya. Dilihat dari segi kebutuhan. Kita semua (terutama Muhammadiyah, red) merasakan bahwa kita kekurangan ulama.”
“kata Nabi, ulama itu diibaratkan seperti bintang di langit, yang menjadi penerang bagi manusia lain. Supaya orang lain tidak merasakan kegelapan dalam berjalan. “
Ustadz terdiam sejenak dan memperhatikan kami. Lalu beliau melanjutkan, “Jika di dunia ini tidak ada ulama, maka dunia akan hancur.”
Jeda..
“Sementara dari segi keberadaannya, dari Muhammadiyah hampir tidak ada. bisa dikatakan hanya PUTM satu-satunya lembaga pendidikan yang konsisten melahirkan ulama’. yang lain ada, tapi hanya sekedar nama. Program ke-ulama-annya hanya sekadar sambilan. Program ke-ulama-annya hanya diberikan pada sisa-sisa waktu. Sehingga tidak maksimal hasilnya (untuk menghasilkan ulama, red). Lebih banyak pada pendidiknya. Justru yang seperti PUTM ini banyak di luar Muhammadiyah. Jadi, di Muhammadiyah hanya PUTM yang konsisten untuk melahirkan ulama’.”
Jeda..
“Meski PUTM mengadakan MOU dengan UMY maupun UAD namun PUTM tetap berdiri sendiri. Tidak tersubsistem oleh UMY maupun UAD. UMY dan UAD lah yang harus ikut PUTM,bukan sebaliknya. Jadi, PUTM akan tetap pada jati dirinya.”
Jeda..
“PUTM, pada tiga atau empat tahun lalu masih betul-betul murni. Tidak mau diganggu dengan pikiran-pikiran lain. Namun memang kekurangannya adalah lulusan PUTM tidak bisa diterima untuk menjadi pengajar di sekolah-sekolah karena belum mempunyai ijazah S1. Maka PUTM mengadakan MOU dengan UMY dan UAD agar nantinya lulusan PUTM bisa mendapat ijazah S1. Sehingga untuk itu harus ada mata kuliah yang ditambahkan ke PUTM untuk memenuhi SKS yang ditentukan oleh UMY maupun UAD. Sehingga ada yang memang harus dikorbankan. Yakni intensitas membaca kitab agak terkurangi, tidak sebanyak sebelumnya. Karena ada beberapa mata kuliah yang dulunya tidak ada.”
Jeda..
“Lalu, bagaimana strateginya?”
Jeda..
“Ibarat makanan, ada yang menjadi menu utama dan ada yang menjadi menu tambahan atau camilan. Hanya manusia super yang bisa menjadikan semua mata kuliah menjadi makanan utama.”
Jeda..
“Maka kita harus menentukan mana yang merupakan menu utama dan mana yang merupakan menu tambahan.”
Beliau lalu mengajukan pertanyaan, “apa fokus kalian, yang kalian pelajari selama kuliah di PUTM?”
Beberapa orang dari kami mengatakan syariah, hukum (maksudnya sama, hukum syari’ah), dan tarjih.
Namun sekali lagi, beliau menggiring ke pertanyaan yang lebih spesifik. “mata kuliah apa yang ketika kalian keluar dari PUTM kalian tidak akan mendapatkannya lagi?”
Hampir semua kompak menjawab, “membaca kitab.”
Dengan tersenyum sang ustadz membenarkannya. “Tepat sekali...! belajar membaca kitab tidak akan kalian dapatkan setelah keluar dari PUTM. Apalagi yang metodenya sorogan seperti yang kalian alami disini.”
Jeda..
“Jadi, INILAH HARI-HARI TERAKHIR KALIAN MEMBACA KITAB. Tinggal berapa bulan lagi, jika dihitung-hitung, dengan dikurangi liburan, mungkin tinggal 9 bulan. Belum dikurangi ngantuk dan ngelamunnya, mungkin hanya empat bulan. Singkat sekali..”
Hmmmm....aku merinding benar.
Beliau melanjutkan dengan penjelasan seperti biasa, bahwa metode sorogan adalah metode yang paling efektif untuk mengajarkan membaca kitab. Lengkap dengan kisah-kisah dari beliau sendiri maupun alumni PUTM yang sudah berhasil menjadi kyai maupun ustadz, yang karena sebelumnya mereka sungguh-sungguh belajar membaca kitab di PUTM. Luar biasa...
“Hanya saja, metode ini membutuhkan KESABARAN dari kedua pihak, yakni dosen dan mahasiswanya.”
“bersyukurlah masih ada yang mau telaten mengajari membaca kitab.”

Jeda..
Oleh karena itu:
Sekarang kembali kepada kalian, semuanya tergantung kesungguhan kalian.
Tanamkan satu : SAYA HARUS BISA BACA KITAB
Targetkan .. dalam 9 bulan ini bisa baca kitab dengan baik.
Dan ingatlah, membaca kitab itu memang sulit, tapi sebenarnya mudah. Karena POTENSI yang diberikan oleh Allah kepada kalian adalah jauh lebih besar daipada membaca kitab.
SEMANGAT...!!!
(diringkas oleh cahaya santri, karena dianggap sebagai salah satu pesan mendalam dari sesepuh PUTM. Pesan yang satu ini, disampaikan pada perkuliahan perdana semester lima mata kuliah HADITS V (Subulussalam) di PUTM Putri. Pada Senin, 11 Juli 2011 (ba’da maghrib). Dari orang yang sudah tidak asing lagi bagi civitas akademika di PUTM ini. Ya, Ustadz Zaini Munir.)

Post a Comment