Lengkong, 06 September 2011
JAWABAN DOA NENEK
Ini pertama kalinya aku menulis catatan perjalanan liburan lebaranku. Biasanya aku tidak pernah mencatat serunya liburan lebaran maupun liburan-liburan lainnya. Yah, maklum, laptop ini kan belum setahun membersamaiku. Daripada aku nganggur di rumah, mending aku ceritakan lewat blog ini, gimana serunya liburanku. Dimulai dengan perjalananku dari Jogja menuju Krian, Sidoarjo. Hah, Krian? Emang rumah ain di Krian ya? Owh,, tidak. Rumahku di Gresik, Kecamatan Cerme, Desa Lengkong. Aku biasa naik Bis atau kereta ketika pulang kampung dari Jogja ke Krian dulu. Lalu nanti ada keluargaku yang menjemput, entah kakak, sepupuku, maupun keponakanku.
Dua hari sebelum aku berangkat ke Jatim, aku menginap di rumah yang dulu aku huni selama bertugas sebagai Muballighat Hijrah di Nitikan, Jogja. Tujuannya yang pertama untuk silaturrahim. Udah lama aku nggak mengunjungi Nitikan, kangen juga. Yang kedua, Bu Ani, ibu kos yang dulu aku tempati pas MH, menyuruhku mampir dulu ke Nitikan sebelum aku bertolak ke Gresik pada lebaran ini. Dan yang ketiga karena rumah bu Ani lebih dekat ke terminal Giwangan daripada Asramaku yang ada di ujung ringroad Barat. Pas kann?? Aku memutuskan untuk singgah dua hari di rumah Bu Ani.
Selasa, 23 Agustus 2011, adalah hari keberangkatanku dari Jogja ke Gresik. Pagi sebelum berangkat, aku dan bu ani, juga anak perempuannya yang bernama Wulan, memutuskan untuk belanja ke pasar sayur Giwangan dengan berjalan kaki. ke pasar dengan jalan kaki sudah biasa bagi kami. Makanya aku senang-senang saja ketika itu. Tapi aku nggak nyangka, kaki dan tanganku jadi capek-capek setelah jalan-jalan. Sepulang dari pasar aku langsung mandi dan siap-siap berangkat. Sekitar jam tujuh pagi aku diantar pak Ani ke Terminal Giwangan. Rasa capek dari pasar seperti sudah hilang. Aku dan pak ani kemudian mencari Bis Mira yang mau berangkat. setelah masuk bis, tiba-tiba kepalaku pusing. Hmmmm.. tidak biasanya ini.
Baru beberapa saat aku di dalam bis, rasa mual dan pusing sudah menguasai diriku. Sesekali aku tertidur. Aku tidak menikmati keindahan alam di sekitarku seperti perjalanan-perjalanan sebelumnya. Ah, mungkinkah karena kecapekan jalan-jalan tadi pagi? Aku tidak tahu. Yang pasti ini karena aku yang kurang persiapan baik fisikku sendiri maupun P3K. Aku tidak bawa antimo, antangin, maupun minyak angin untuk mengantisipasi mabuk perjalanan. Aku pasrah. Aku menggendong tasku yang berisi laptop. Hanya Allah yang menjagaku.
Aku tidak tahu sudah berapa orang yang berganti-ganti mendampingiku. Aku jarang sekali tersadar. Sekalipun tersadar, aku sudah tidak kuat menyangga kepalaku sendiri. Aku mengeluarkan mukenah putih yang terbungkus sajadah yang tersimpan dalam tas merahku. Sengaja, tas merahku yang berukuran besar itu tidak ku letakkan di bagasi. Karena aku tidak akan turun di terminal. Aku menggunakan mukenah yang terbungkus sajadah sebagai bantal untuk tidur. Aku semakin nyaman dengan tidurku.Sesekali aku bangun, melihat kondisi sekitar. Dan sering kali mataku sudah melek, tapi kepalaku tidak berdaya untuk bangun dari bantalku. Sekali lagi, aku pasrah. Hanya doa-doa agar Allah selalu menjagaku, dan sholawat untuk Nabi tercinta, Rosulullah SAW. Begitu juga nasihat dari seorang teman jauhku lewat sms, sholawat dan doa harus diperbanyak katanya. Aku mengiyakan.
Partner MH-ku, mbak Bashiroh, ternyata juga mengalami nasib yang sama denganku. Dia juga mengalami mabuk perjalanan seperti yang aku alami. Bagi partnerku ini, mabuk perjalanan memang sudah menjadi kebiasaannya. Bahkan perjalanan dari asrama ke malioboro naik bis jalur sembilan saja sudah berhasil membuatnya mual dan pusing-pusing. Padahal teman-teman lainnya biasa saja, tidak terjadi apa-apa pada mereka.
Beberapa orang yang duduk di sampingku ada yang diam saja melihat keadaanku. Ada yang melihat dengan wajah kasihan. Ada yang malah sinis, dan ada yang benar-benar kasihan denganku. Seorang nenek berusia sekitar 60 tahun ke atas adalah salah satu penumpang yang duduk di sampingku dan berbelas kasih melihat kondisiku yang tak berdaya. Begitu duduk di sampingku, ia menatapku. “Mabuk ya nak?”, tanya beliau dengan lembut. Tangannya seketika itu langsung meraih pundakku. Dan dengan cekatan beliau memijitku. Subhanallah, aku tidak menyangka ada nenek tua sebaik itu. Mungkin beliau terbayang cucunya jika sedang bepergian jauh dan mengalami mabuk perjalanan sepertiku. Maka rasa iba dan kasihnya sebagai nenek kini ditumpahkannya kepadaku. Aku hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih. “Nggih, matur nuwun mbah..”
Ketika itu kami bis yang kami tumpangi sedang melaju di atas jalan raya sekitar daerah Jombang. Nenek yang baik hati ini memang baru saja naik bis Mira ini dari Jombang. beliau mau ke Surabaya, kalau tidak salah mau ke tempat cucunya. Aku memperhatikan tutur katanya,tanpa bisa berkomentar banyak. Hanya komentar “ooooo...” dan senyuman mengiyakan yang sering aku lontarkan kepada beliau. Aku jadi teringat nenekku di kampung. Beliau adalah orang yang paling khawatir ketika mendengar cucunya sakit. Beliau pasti sangat merindukanku. Ah, mungkin nenek baik hati yang sedang duduk di sampingku adalah jawaban dari Allah atas doa-doa nenekku di kampung. Nenekku pernah bilang, bahwa beliau selalu mendoakanku agar aku selalu dipertemukan oleh Allah dengan orang-orang yang baik hati. Alhamdulillah, aku selalu menemukannya. Salah satunya di bis yang membawaku dari Terminal Giwangan ke Krian ini. Alhamdulillah, terima kasih, nenek.
By : Cahaya

2 Komentar

  1. Makanya kalau mau perjalanan jauh jangan lupa mempersiapkan segala sesuatunya!
    So banyak berdo,a dek!Makanya kalau mau perjalanan jauh jangan lupa mempersiapkan segala sesuatunya!
    So banyak berdo,a dek!

    BalasHapus

Posting Komentar