Selasa, 16 Agustus 2011
Ini adalah sehari sebelum 17 Agustus 2011. Kita jadi ingat dengan hari kemerdekaan Republik Indonesia pada 66 tahun yang lalu. Benarkah Indonesia sudah merdeka? Sebagian orang mengatakan bahwa Indonesia sudah merdeka, sedangkan sebagian yang lain mnegatakan belum. Sementara sebagian yang lain lagi berpendapat bahwa Indonesia memang merdeka, tapi di sisi lain banyak yang masih terjajah.
Memaknai kemerdekaan, sedikit banyak memerlukan perenungan. Makna merdeka secara sederhana menurut saya alah bebas, tidak terikat, tidak tertekan maupun tergantung pada pihak lain. Dan, kebebasan bukanlah berarti keadaan bebas tanpa batas. Tentu saja kebebasan kita terbatasi dengan aturan-aturan yang ada, baik aturan dari Allah maupun yang menjadi kesepakatan di antara manusia.
Kemerdekaan yang membahagiakan?
Kemerdekaan yang membahagiakan tidak hanya sekadar bebas dari bangsa asing. Lebih dari itu, kemerdekaan yang membahagiakan ialah kemerdekaan yang mengantar kita kepada surga-Nya. Yakni :
a. Kemerdekaan untuk ber-Islam
Kita harus bersyukur karena kita bisa beragama Islam dengan tanpa tekanan dari pihak manapun. Padahal dahulu ketika dakwah Rosulullah belum menyebar ke beberapa penjuru, beliau dan para sahabat mendapat berbagai tekanan dari luar baik fisik maupun batin, sehingga mereka tidak bisa hidup tenang. Bersyukurlah karena kita bisa hidup tenang dengan beragama yang satu-satunya diridhai oleh Allah SWT.
b. Merdeka dari aqidah-aqidah yang sesat
Aqidah yang sesat adalah akidah yang tidak selamat. Sedangkan akidah yang selamat yakni akidah yang mengesakan Allah, menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan hidup kita. Bukan akidah yang masih membuat manusia bergantung kepada selain Allah, apalagi menyembah selain-Nya dengan terang-terangan. Sering kali manusia terjebak pada syirik yang tidak terlihat maupun samar-samar. Seperti mempercayai suatu kejadian yang bisa menyebabkan kejadian lain, mempercayai adanya benda-benda yang memiliki kekuatan mistis, dan lain sebagainya. Inilah akidah yang sesat, yang sering disebut TBC (Tahayul, Bid’ah, dan Churafat). Mari mencari kemerdekaan hakiki dengan meluruskan akidah kita. Menggunakan al-qur’an dan al-hadits sebagai pedoman dalam membangun akidah kita.
c. Merdeka dari ingin dipuji, dihargai, dan diperlakukan spesial oleh orang lain
Orang yang ingin mendapatkan perlakuan istimewa dari orang lain sebenarnya hidupnya tidak merdeka. Orang seperti ini memiliki ketergantungan pada orang lain. Bagaimana dikatakan merdeka jika masih ketergantungan dengan orang lain, meski hanya dalam hal perlakukan. AA Gym pernah mengatakan, “Nikmatilah hidup merdeka, tidak diperbudak oleh keinginan dipuji, dihormati, atau diperlakukan spesial, sebab menjadi orang yang biasa-biasa itu sebenarnya nikmat. Sebaliknya, ingin terlihat hebat itulah yang justru menyengsarakan.”
d. Merdeka dari kekikiran
Kekikiran, sesungguhnya adalah sifat buruk yang membelenggu kehidupan manusia, sifat buruk yang menghambat perjalanan manusia menuju surga-Nya. Betapa tidak, kekikiran adalah pertanda bahwa seseorang amat mencintai dunia. Padahal hubbud dunya adalah pangkal dari segala perbuatan dosa. Rosulullah SAW juga pernah bersabda, “tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.” Artinya memberi itu lebih baik daripada menerima atau meminta. Jika kekikiran melekat pada diri seseorang, sudah dipastikan tangannya akan terbelenggu, tidak mau memberi apa yang dimilikinya kepada orang lain. Cintanya terlalu besar kepada dunia sehingga menghalanginya dari berbuat baik. Maka, tidak ada pilihan lain, marilah kita menuju kemerdekaan, kebebasan dari sifat kikir.
e. Merdeka dari kesombongan
Orang yang sombong, merasa lebih baik daripada orang lain, bisa berakibat pada keinginan untuk diperlakukan spesial oleh orang lain. Bisa juga berakibat menolak kebenaran dari orang lain karena dirinya merasa paling benar. Kesombongan inilah yang paling menghancurkan. Karena ketika seseorang sudah menolak kebenaran, maka bagaimana ia bisa menuju surga-Nya?
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan meskipun sebesar dzarrah.” demikian sabda Nabi SAW.
Selain sifat-sifat di atas, kita juga harus berlepas diri dari sifat-sifat buruk lainnya yang menghalangi kita menuju kemerdekaan hakiki. Diantara sifat-sifat buruk lain yang harus kita hindari ialah : tergantung pada bantuan orang lain, padahal sebenarnya bisa, sifat dengki, sifat pendendam, dan lain sebagainya.
Dan kita juga berusaha agar memerdekakan diri dari godaan setan dan merdeka dari hawa nafsu yang buruk.
Jika kita telah mendapat kemerdekaan-kemerdekaan di atas, kita telah meraih kebahagiaan hakiki. Namun sering kali kita tidak menyadari kemerdekaan-kemerdekaan di atas, sehingga kita pun tidak bergairah untuk mengejarnya. Kita masih saja membelenggu diri dengan tidak mensucikan diri dari aqidah-aqidah yang menyimpang, kita masih saja menghidupsuburkan sifat-sifat buruk nan tercela, kita masih saja berjalan di atas bumi dengan sikap sombong.
Maka pada momen ini, marilah kita intropeksi diri. Apakah kita sudah menuju kemerdekaan yang hakiki ataukah belum.
Wallahu a’lamu bisshowab.

BY : CAHAYA

Post a Comment