Kamis, 22 September 2011
Saat usiaku genap 20 tahun

Hari ini mungkin adalah hari yang istimewa bagiku. Betapa tidak, hari ini aku memasuki usiaku yang ke-20 tahun. Rasa haru bercampur cemas, senang, bahagia silih berganti menggelayuti hatiku. Kenapa? Karena aku sudah dewasa, dalam hal usia. Dalam perilaku dan sikap? Dalam berkarya? Apa saja yang telah aku lakukan? Itulah kecemasanku... Maka beberapa hari sebelum hari istimewaku ini, aku meminta kepada teman-teman untuk memberikan kado terindah berupa testimoni mereka terhadap aku. Aku sangat ingin kritik dan saran mereka, agar aku bisa lebih baik dari sebelumnya. Tapi nampaknya tidak ada yang bersedia. Kecewa? mungkin iya, namun aku yakin Allah akan mengganti kekecewaanku dengan yang lebih baik dari yang aku harapkan.
Hari kamis ini, aku akan menghadiri pengajian akbar di Gunung Kidul dalam rangka peresmian Madrasah Diniyah Al-Muttaqin, Sampang. Pengajiannya akan dilaksanakan ba’da isya’. Maka aku berangkat sekitar jam 13.30. Aku naik bis dua kali sampai di Bendogantungan, Klaten. Disana nanti akan dijemput oleh Pak Sri. Pukul 15.00 WIB aku sudah sampai di Bendo. Aku lalu turun dari bis dan mencari masjid terdekat untuk sholat. Lagi pula Pak Sri juga memintaku untuk menunggu di masjid. Alhamdulillah, aku menemukan masjid tidak jauh dari pertigaan Bendo tempat aku turun dari bis.
Aku melaksanakan sholat ashar di masjid kecil ini. Aku tidak menyempatkan diri memperhatikan papan nama yang ada di depan masjid sebelah utara. Aku datang dari arah selatan. Makanya aku tidak tahu nama masjid kecil itu. masjid ini tertutup, dan mungkin juga dikunci. Di serambi depan masjid disediakan beberapa sajadah. Aku sholat di serambi depan masjid. Setelah selesai sholat, aku memutuskan untuk tetap berdiam di masjid sampai pak sri memberi kabar akan menjemputku. Beberapa saat kemudian, seorang laki-laki paruh baya yang juga selesai sholat dan memanjatkan doa-doanya menyapaku. Bapak tersebut menanyakan asalku, kuliahku, dan beberapa hal lain yang berkaitan dengan itu. kami akhirnya terlibat dalam sebuah pembicaraan.
Bapak : asalnya dari mana mbak?
Aku : Dari gresik pak. Kuliah di Bantul.
Bapak : Oh, kuliah di Bantul. Terus ini mau kemana?
Aku : mau ke Gunung Kidul pak.
Bapak : Nama universitasnya apa mbak?
Aku : Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah, PUTM.
Bapak : Oh,,, itu setara apa?
Aku : Emh... S1 pak, tapi setelah lulus PUTM harus melanjutkan ke UAD atau UMY dulu. Kalo saya sih mau melanjutkan ke UAD.
Bapak : setelah itu mau jadi apa rencananya?
Aku : (aku tersenyum mendengar pertanyaan itu), Yah,,,,insyaallah bisa jadi guru. Saya berrencana melanjutkan S2 sekalian, kalo bisa ya jadi dosen. Doakan saja pak,,hehe.
Bapak : (bapak tersebut manggut-manggut sambil tersenyum). Ya bagus itu. Memangnya kalo lulus kuliah sudah pasti bisa kerja?
Aku : Insyaallah pak. Karena kami semua memang sengaja dikirim oleh daerah masing-masing untuk nantinya kembali ke daerah masing-masing, mengabdi di amal-amal usaha muhammadiyah yang ada di daerah kami. Seperti saya ini kan dari Gresik, maka lulus dari PUTM dan UAD, kembali ke Gresik, entah jadi guru atau dosen atau pembimbing di pondok.
Bapak : Oh,, (sambil manggut-manggut dan tersenyum),, Kalo jadi guru itu nanti guru negri atau swasta?
Aku : (lagi-lagi aku tersenyum). Insyaallah swasta.
Bapak : Lho, kenapa nggak negri aja? Kalo bisa ke negri dulu mbak, baru ngajar di swasta.
Aku : Yah, gampang lah pak, hehe.
Bapak : Lho, beneran lho mbak. Kalo bisa ke negri dulu, baru di swasta. Soalnya kalo sudah menjadi pegawai negri itu gajinya lumayan. Apalagi dosen. Dan nanti kalo sudah tua sudah terjamin hidupnya. Kalo di swasta belum tentu mbak.
Aku : (masih mempertahankan senyumku)
Bapak : Bukannya apa-apa lho Mbak, kebutuhan hidup itu semakin hari semakin meningkat. Kita butuh uang untuk mencukupi kebutuhan kita. Dan menjadi pegawai negri itu cukup menjanjikan, insyaallah bisa mencukupi kebutuhan kita.
Aku : Ya, saya setuju. Umat Islam harus kaya, untuk bisa mencukupi kebutuhan hidupnya dan juga beramal kepada orang lain. Kalo tidak punya uang atau harta, bagaimana bisa beramal?
Bapak : Nah, itu..
Aku : Yah,,yah.. (aku mengiyakan meski tidak sepenuhnya setuju bahwa kita harus jadi PNS)
(Di tengah-tengah kami ngobrol, silih berganti ada orang yang juga sholat di serambi bagian selatan. Sesekali kami berhenti ngobrol, tidak ada suara. Kami memperhatikan orang yang sedang sholat itu. Kami tersenyum. Dan di tengah itu aku pikiranku berusaha mencerna apa yang disampaikan oleh bapak yang ada di depanku ini. Mungkin bapak ini juga melakukan hal yang sama)
Bapak : Ke Gunung Kidul itu, ke tempatnya teman atau saudara?
Aku : Emh,, begini. Kan ramadhan kemarin saya bertugas MH (Muballigh Hijrah) di gunung kidul. Nah, sekarang saya mau silaturrahmi ke rumah tuan rumahnya.
Bapak : Oh, gitu. (beliau tersenyum, diam. kemudian melanjutkan pembicaraan). Mbak, kalau bisa kalo nikah nanti jangan telat. (beliau tersnyum)
Saya ini nikahnya telat. Saya menikah usia saya 35 tahun. Telat banget to? Tapi istri saya belum ada 23 tahun. Masih 22 tahun lebih beberapa bulan. Jadi selisih kami 12 tahun lebih beberapa bulan. 
Anak saya dua mbak. yang satu sekolah di SD Al-Jannah, Klaten. yang satu masih kecil.
Aku : (aku tersenyum, sesekali tertawa). Hmmmm.. untuk saat ini, saya tidak sedang tidak ingin memikirkan masalah itu dulu. mau fokus belajar dulu pak. Nasihat dari para ustadz kami dan juga orang tua itu, nggak usah mikirin soal nikah dulu. Yang penting fokus kuliah, kalau sudah lulus baru dipikirkan. Malah ada yang menganjurkan S2 dulu baru nikah. hehe. Yah, lihat nanti saja.. 
Bapak : Ya, fokus belajar itu memang harus. Tapi jangan sampai melupakan kebutuhan kita sebagai manusia yang butuh pendamping hidup. Banyak orang yang sukses karier, tapi tidak sukses dalam berrumah tangga. Alasannya masih belum siap ini, itu, belum punya ini dan itu...jadi nggak nikah-nikah.. Kan banyak orang seperti itu tho..
Aku : (aku masih senyum, tidak berkomentar)
Bapak : Mbak, kalo pernikahan itu tidak dipikirkan, bisa jadi sampai karier sukses pun masih mengatakan belum siap.
Aku : (aku masih senyum, tidak berkomentar)
Bapak : Yang sulit itu apa mbak?
Aku : emh,,, yang sulit itu..................... kesiapan..! 
Bapak : Salah.
Aku : terus apa pak?
Bapak : yang sulit itu bersyukur.
Aku : Oh, iya. Betul..
Bapak : Orang mau menikah juga gitu. Ketika sudah punya calon, disuruh nikah katanya belum kerja. Sudah kerja, masih belum siap nikah karena belum punya motor. Sudah punya kerjaan dan motor masih juga belum siap nikah dengan alasan belum punya rumah. Nanti seterusnya seperti itu, tidak siap nikah melulu, mau mengejar karier melulu. Itu namanya tidak bersyukur.
Aku : Hmmmm.. ya,,, betul juga..hehe
Bapak : Sekarang coba kita lihat orang tua kita. Mereka dulu ketika menikah nggak punya apa-apa. Bahkan sepeda onthel saja tidak punya. Ketika punya anak satu, jadi punya sepeda onthel satu. Punya anak dua, meningkat lagi, punya motor. Punya anak empat, sudah bisa membeli tanah dimana-mana.
***aku merefelksikan kata-kata bapak baru saja kepada orang tuaku. Memang benar, (tapi kan tidak semua orang bernasib seperti itu)
Bapak : Artinya apa? Orang menikah itu tidak harus punya segalanya. Yang penting nikah dulu kalo memang sudah waktunya menikah. Masalah rizki, kan Allah sudah menjamin. Bahkan nanti Allah memberikan rizki dari hal-hal yang tak diduga. Kenyataannya, anak semakin banyak, kebutuhan meningkat, banyak keluarga yang ekonominya juga semakin meningkat.
***Aku mengiyakan saja sambil tersenyum, sesekali aku melepas tawaku.
Bapak : Yah, tolong durenungkan saja. Memang yang sulit itu bersyukur.
Bapak : Rosulullah itu bangga dengan umatnya yang banyak.
Aku : iya.
Bapak : itu maknanya apa?
Aku : Emh..maknanya kita tidak boleh membujang.
Bapak : Bukan hanya itu..!
Aku : Lalu?
Bapak : itu maknanya juga kita sebagai umat Islam harus punya anak yang banyak.
***aku tertawa, membetulkan apa yang beliau sampaikan..
Aku : iya, betul.. betul..hehe.
bapak sekarang usianya berapa?
Bapak : menurut mbak, usia saya berapa?
Aku : 
hmmmm..berapa ya? 45 tahun?
Bapak : mbak menebak usia saya 45 tahun? sepuluh tahun yang lalu, ketika saya baru pulang dari pontianak, saya naik kapal, ada orang yang tanya usia saya berapa? saya suruh dia menebak, dia menebak 45 tahun. Waktu itu saya belum nikah.
Aku : Oh,,,hehe. Jadi usia bapak berapa?
Bapak : Ya, 45 tahun lebih satu bulan.
Aku : Oh, gitu. hehe, jadi saya tidak salah tebak. 
Bapak : Saya menikah tidak lama setelah itu, ya masih usia 35 tahun. Nah, sepuluh tahun kemudian mbak menebak usia saya juga 45 tahun. Itu kog bisa gitu kenapa ya mbak?
Aku : Mungkin saya yang menebaknya terlalu muda atau bapak memang awet muda. Hehe
Bapak : Oh, iya..ya, bisa juga..
***
Bapak : manusia itu memang sulit untuk bersyukur. kalo nanti punya anak, tolong dikasih nama sabar dan syukur. Anak saya itu saya beri nama Muhammad Nur Syukur. Saya pernah ditanya, kalo nanti bapak punya anak lagi mau dikasih nama apa? Saya ajwab mau saya kasih nama Muhammad Nur Sabar. Artinya apa mbak?
***hmmmm.. lagi-lagi bapak ini bertanya tentang makna...padahal aku tidak pandai mengartikan ataupun mentakwil ,,hehe
Aku : Hmmm...sabar dan syukur itu kan sikap mulia yang harus dimiliki oleh orang mukmin. Rosulullah kan pernah bilang, orang mukmin itu ketika dapat musibah lalu ia bersabar...bla-bla-bla, (bapak menyetop kata-kataku sambil tersenyum, mungkin aku yang terlalu bertele-tele)
Bapak : Bukan itu maksud saya. Saya ngasih nama anak saya Muhammad Nur Syukur dan Muhammad Nur Sabar (yang masih rencana) itu supaya anak saya menjadi anak yang selalu bersyukur. ‘Muhammad’ itu kan supaya menjadi pengikut Nabi Muhammad, Nur itu artinya cahaya, sedangkan syukur ya bersyukur. Begitu maksudnya.
Aku : Oh iya.iya..hehe, aku yang terlalu panjang lebar menjelaskannya. Maksud saya juga gitu...hehe (huh, melegitimasi kesalahan,,he)
Bapak : anak saya yang satunya saya beri nama Muhammad Nurhadi. Dia pernah protes sama saya soal namanya itu. Katanya namanya jelek. Lalu saya jelaskan, Muhammad itu nama Nabi Muhammad, supaya menjadi pengikut Nabi Muhammad, Nur artinya cahaya, dan Hadi artinya yang menunjukkan. Kan bagus tho? lalu dia mau mengerti dan tidak pernah protes lagi. Nah, nanti kalo mbak punya anak juga gitu, diberi nama yang bagus, dan dijelaskan biar anak mengerti.
***saya manggut-manggut sambil tersenyum...
Bapak : Mbak, kalau terjatuh membaca apa?
Aku : emh...kalimat istirja’, inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun..
Bapak : Kalau saya nggak mbak.. Saya baca alhamdulillah kalo sedang jatuh.
Aku : Lho, kog bisa?
Bapak : Lha iya tho mbak, kita jatuh itu juga kenikmatan. Kita sakit saja dosa kita bisa gugur tho karena sakit yang kita rasakan, dengan catatan kita tidak mengumpat sakit tersebut dan kita bisa sabar, nerimo untuk mengahdapinya.
Aku : Oh, iya..iya. Ketika kita sakit lalu dosa kita gugur itu karena kesabaran kita menghadapi sakit itu pak. (saat itu saya ingin mengatakan ada sebuah hadits mengenai Rosulullah yang mengajarkan kalimat istirja’ ketika lampu yang beliau bawa mati, namun bapak tersebut mau bicara)
Bapak : pesan saya ya mbak, jangan pernah kita berhenti dari bersyukur. Kalau bisa setiap saat kita bersyukur, setiap saat mengucap hamdalah. Syukur kita jika ditulis dengan tinta sebanyak lautan,.. lautan itu kan bukan Cuma di Indonesia kan? tapi seluruh dunia, sampai tintanya habis itu nggak cukup untuk menuliskan kenikmatan Allah yang diberikan kepada kita. Jadi kalau kita bersyukur setiap saat itu pun sebenarnya nggak sebanding dengan yang sudah Allah berikan kepada kita. yah, kalo bisa jangan sampai lupa untuk membaca hamdalah setiap waktu.
***saya manggut-manggut. Betul sekali apa yang beliau sampaikan. Imajinasiku melayang, membayangkan aku bisa menjadi orang yang ahli bersyukur, setiap saat bersyukur, tidak pernah mengeluh, menerima apa yang Allah berikan dengan penuh suka cita, Alangkah indahnya hidup...
***HP-ku berdering, aku segera mengangkatnya. pak sri yang menelponku. katanya beliau sudah mau sampai di bendo. Saya kemudian siap-siap ke pertigaan bendo. Saat itu juga ada penjual es dawet. Bapak yang baik hati ini memesankan dua gelas es dawet kepada penjualnya, saya mengatakan bahwa saya sedang puasa. Sehingga tidak jadi beli. Tapi keheranan muncul, penjual es itu seperti tidak melihat siapa-siapa, sehingga tidak ada respon sama sekali ketika saya lihat bapak yang ada di depan saya ini memesan es kepadanya.
***Akhirnya Saya mohon pamit kepada bapak paruh baya yang sudah mengajak saya diskusi tentang beberapa hal yang menarik itu. Aku beranjak dari tempat dudukku, tapi bapak ini masih mau melanjutkan pembicaraan. Padahal aku sudah hampir berdiri.
Bapak : Saya selalu berdoa agar Allah memudahkan saya untuk bisa selalu mensyukuri apa yang Allah berikan, agar selalu bersabar dengan apa yang Allah berikan. Yah, saya selalu berdoa seperti itu.
Aku : Oh, itu ada di surat Sulaiman ayat 29 kalo nggak salah pak. Robbi auzi’nii an asykuro ni’mataka allatii an’amta ‘alayya wa ‘alaa waalidayya wa an’a’mala sholihan tardhoohu wa adkhilnii birohamtika fii ‘ibaadika ash-shoolihin.. Artinya, "Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh." atau doa yang lebi ringkas lagi, allahumma a’inniy ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatika, Ya Allah tolonglah aku untuk bisa mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu.. (Aku salah ternyata, setelah aku cek di al-qur’an digital ketika mengedit tulisan ini, ayat yang isinya doa nabi Sulaiman itu ada di surat An-Naml ayat 19, bukan surat Sulaiman ayat 29, hehe)
***Kali ini bapak tersebut yang manggut-manggut dan tersenyum.
Bapak : Ya sudah, kalo memang sudah dijemput. Saya doakan semoga mbak sukses dunia akhirat.
Aku : Amien.. makasih pak. Semoga bapak juga.
***Aku melangkahkan kaki ke luar masjid. rupanya bapak ini juga mau pulang, tapi aku berjalan agak duluan.
***sebelum aku sampai di luar pagar, bapak itu memanggilku lagi setengah berteriak, air mukanya penuh semangat..
Bapak : Mbak, saya ada satu lagi pertanyaan.
Aku : pertanyaan apa pak?
Bapak : Rumah yang baik itu jika memenuhi tiga syarat. Apa saja tiga syarat itu mbak?
Aku : Emh,,,,tetangga yang baik, anak-anak yang sholih, dan rizki yang baik... 
Bapak : Salah..
***Hmmmmmmmmmmm,,, kayaknya aku salah terus deh... 
Aku : Lalu, apa jawabannya?
Bapak : rumah yang baik itu jika,,,yang pertama, digunakan untuk sholat. Kedua, digunakan untuk mengaji. Terus ketiga diberi salam. Jadi kalo masuk rumah pake Assalamu’alaikum.. Rumah digunakan untuk sholat Artinya digunakan untuk sholat dhuha, sholat tahajud, dan sholat-sholat sunnah yang lain. Kan jangan jadikan rumahmu seperti kuburan tho. Jadi ya rumah itu harus digunakan untuk sholat. Lalu, rumah itu digunakan untuk ngaji. kenapa? Karena rumah kita akan penuh dengan cahaya jika kita gunakan untuk mengaji. Betul tidak?
***Aku manggut-manggut membetulkan sambil tersenyum.. 
Bapak : Dan yang ketiga rumah itu harus ada salamnya. Kan ucapan salam itu doa, supaya penghuninya mendapat keselamatan selalu.
***Saat itu kami sudah hampir sampai pertigaan Bendo, dekat lampu merah. Sore itu terasa sangat sejuk, hatiku sangat damai. Aku merasa beruntung bertemu dengan bapak paruh baya ini, meski dalam waktu yang singkat. Pelajaran berharga yang aku dapatkan adalah mengenai bersabar dan bersyukur.
Aku : Makasih ya pak atas semua nasihatnya.
Bapak : Oh, iya..sama-sama. 
Aku : Bapak rumahnya dekat sini?
Bapak : Oh, enggak. Rumah saya jauh dari sini.
Aku : Oh, jadi kesini tadi naik sepeda pak?
Bapak : Iya.
Aku : Oh.. yaudah pak, saya pamit dulu. Assalamu’alaikum..
Bapak : Wa’alaikumussalam. Semoga sukses mbak..
Aku : Amien.. 
***Aku belok ke arah kanan, sedang aku tidak melihat ke arah mana bapak tadi berlalu. Aku memilih berdiri di depan sebuah showroom mobil untuk menunggu pak sri menjemputku. Yang aku herankan, kenapa aku tidak sempat menanyakan nama bapak tadi??? Dan bapak tadi juga tidak menanyakan namaku??
***Kita tidak tahu dengan siapa kita akan bertemu dan mendapatkan ilmu baru, inspirasi baru, semangat baru. Buka mata, hati, dan telinga agar kita bisa menjemput hidayah-Nya..lewat hal-hal yang tak terduga yang kita temui dalam hidup kita yang singkat ini….
***Dan jangan pernah merasa tidak butuh nasihat dan ilmu dari orang lain. Karena bisa jadi, orang yang kita temui adalah orang yang menjadi jembatan bagi kita untuk memperbaiki diri, menyempurnakan kekurangan kita, membuat kita semakin bijak.. 

Kamis, 29 September 2011. Saat senja mulai menyapa, sambil mendengar lagu Westlife berjudul Open Your Heart yang diputar di HP-nya Umil. Diketik di kamar 2, asrama PUTM Putri Yogyakarta.


Oleh : Ain NurWS

Post a Comment