Kamis, 06 Oktober 2011
Harus ada yang dibagikan di setiap pertemuan yang sudah membuat hati dan otak kita mengantongi beberapa ilmu. Harus selalu ada yang baru dalam setiap perjumpaan kita. Maka kurang afdhol rasanya jika dalam minggu ini tidak ada yang saya tulis dan bagikan di blog sederhana ini. Baiklah, secuil hikmah ini saya bungkus dari sebuah pertemuan dengan Ustadz Yusuf A Hasan, di ruang kuliah, saat kuliah Ilmu Pendidikan disampaikannya beberapa hari yang lalu. Tentu saja materi yang beliau sampaikan adalah mengenai Pendidikan.
Pendidikan dalam pengertian yang Maha Luas ialah kehidupan. Maka dimanapun kita berada, harus ada proses pembelajaran. Harus ada ilmu yang kita dapat dari setiap perjumpaan kita. Harus ada pertambahan kedewasaan dari setiap kegiatan kita. Itulah pendidikan jika kita artikan dalam pengertian yang maha luas. Belajar tidak mengenal batas ruang dan waktu, tidak membatasi siapa yang harus menjadi guru atau murid. Siapapun bisa menjadi guru kita dalam belajar kehidupan. Bahkan benda mati sekalipun bisa menjadi guru kita, jika memang darinya lah kita bisa mengambil hikmah. Ketika melihat pesawat terbang, muncul kekaguman, betapa hebatnya sang pencipta pesawat terbang itu. Tidakkah kemudian pikiran kita berlanjut, betapa hebatnya Yang telah Menciptakan pencipta pesawat terbang itu? Sehingga dari pertemuan dengan pesawat terbang saja sudah menambah keimanan kita, bertambah bijaklah kita waktu demi waktu.
Ketika kehidupan sudah menjadi tempat pendidikan kita, maka siap-siaplah menjadi orang yang bijak. Diceritakan oleh Ustadz Yusuf A Hasan, bahwa hiduplah seorang tukang tambal ban yang bersahaja namun sangat bijaksan. Tukang tambal ban itu hidup di tengah masyarakat yang mungkin pendidikan formal maupun informalnya lebih tinggi daripada dia. Tukang tambal ban itu tidak pernah mengenyam bangku SD, SMP, SMA, apalagi perguruan tinggi. Namun, tahukah engkau, bahwa hampir setiap orang yang ada di sekitarnya menjadikan tukang tambal itu sebagai tabib bagi masalah yang mereka hadapi.
Ketika salah seorang diantara mereka akan menyelenggarakan acara pernikahan, dikonsultasikannya kepada tukang tambal ban ini. “Bagaimana baiknya pak, untuk penyelenggaraan resepsi pernikahan anak kami?”. Tanya salah seorang tetangga yang hendak menyelenggarakan resepsi pernikahan suatu ketika.
Begitu juga ketika ada yang keluarganya meninggal, dikonsultasikannya kepada tukang tambal ban ini. “Bagaimana ini pak, apakah sebaiknya diadakan tahlilan atau tidak perlu?”. Dan tukang tambal ban pun akan memberi jawaban yang bijak. “Sebaiknya Anda melakukan ini dan itu...., sebaiknya jangan melakukan ini dan itu..”.
Kata-kata yang mengalir dari tukang tambal ban itu selalu didengar dan dipertimbangkan dalam setiap pengambilan keputusan. Begitulah, tukang tambal ban itu adalah orang bijak yang kata-katanya bagai sabda ataupun mantra sakti. Penyemangat bagi mereka yang sedang kehilangan motivasi, penenang bagi mereka yang sedang dirundung gelisah, hakim bagi mereka yang sedang berselisih, penghibur bagi yang hatinya sedang pilu, dan seterusnya. Mengapa bisa begitu?
“Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS. Al-Baqarah:269)
Jadi, mungkin saja tukang tambal ban itu telah dianugerahi ‘al-hikmah’ seperti yang disebutkan dalam ayat di atas. Sehingga kebaikan yang banyak, yang tidak ternilai dengan apapun, bahkan pendidikan yang sangat tinggi sekalipun tidak dapat menjamin seseorang akan mendapatkan al-hikmah. Mungkin dari pengajian, nasihat orang lain, atau apalah yang bisa mengantarkan tukang tambal ban itu menjadi bijaksana. Dan, tentu saja tukang tambal ban itu selalu menyediakan ruang dalam hatinya untuk menerima hikmah. Karena ia selalu merasa kurang ilmu, sehingga tidak ada alasan untuk menutup diri dari ilmu.
Dengan banyaknya orang yang merasa membutuhkan nasihatnya, toh tukang tambal ban itu tidak menyombongkan diri. Ia toh tidak menerima uang atas jasanya sebagai konsultan ulung. Ia tetap menjadi tukang tambal ban yang bersahaja, yang setiap saat selalu siap untuk membantu orang lain. Bisakah kita menjadi seperti tukang tambal ban yang bersahaja itu?
-Ain NurWS-

Post a Comment