Ahad, 22 Januari 2012
Pagi-pagi sekali kami, warga jama’ah masjid A-Nuur Lengkong-Cerme-Gresik menghadiri pengajian ahad pagi yang diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kecamatan Cerme. Sebelum dimulai, kami ditemani mars ortom-ortom Muhammadiyah yang bergema menambah semangat kami berorganisasi. Ceramah ahad pagi ini diisi oleh Ustadz Abu Shofyan, M.Ag, ketua majelis tabligh PWM Jawa Timur.
Isi taushiyah yang beliau sampaikan diantaranya:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.(QS. Fathiir:28)
Orang alim: orang yang pengetahuannya banyak, mau mengamalkan ilmunya, dan dia tahu bahwa dia mengetahui.
Imam Al-Ghazali membagi macam-macam manusia terkait pengetahuan mereka terhadap dirinya sendiri.
Pertama, Orang yang tidak tahu, dan dia tidak tahu bahwa dia tidak tahu (rojulun laa yadrii wa laa yadrii annahu laa yadrii).
Orang seperti ini dinamakan jahlun murokkabun.
Contoh orang seperti ini ialah mereka yang tidak mau diundang mengaji, karena dirinya tidak tahu bahwa dia tidak mempunyai pengetahuan. Dia merasa sudah cukup dengan ilmu yang dia mililki.
Orang tipe pertama ini akan mengalami bahaya ketika melaksanakan ajaran Islam, kenapa? Karena ia melaksanakan Islam tidak berdasarkan ilmu, anut grubyuk, ikut-ikutan. Oleh karena itu, Allah berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا (36)
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. al-Isra’:36)
Kedua, orang yang tidak tahu tapi dia tahu bahwa dia tidak tahu (rojulun laa yadrii wa yadrii annahu laa yadrii).
Orang seperti ini dikatakan sebagai orang bijak. Imam al-Ghazali kemudian meneruskan, fa’allimuuhu (maka ajarilah ia). Orang tipe kedua contohnya adalah seperti hadirin yang sedang mendengarkan pengajian ini. Kita semua yang ada disini merasa tidak tahu, kemudian karena kita merasa tidak tahu maka kita selalu bersemangat untuk menuntut ilmu. Tidak bosan menuntut ilmu dimanapun berada, kepada siapapun.
Ketiga, orang yang tahu tapi dia tidak tahu bahwa dia tahu (rojulun yadrii wa laa yadrii annahu yadrii).
Contoh orang tipe ketiga ini ialah mereka yang menjadi santri tapi ngantukan. Suatu ketika seorang santri yang sedang nyantri di sebuah pondok pesantren sedang mengantuk ketika sang Kyai menerangkan mengenai kebajikan (al-birru). Apa yang didengar oleh santri tidaklah selengkap yang disampaikan oleh sang Kyai. Sang Kyai membacakan ayat:
البر من اتقى
Kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa.
Santri tersebut hanya mendengar “al-birru adalah bagian dari takwa”. Suatu saat, ketika santri itu telah keluar dari pondok pesantren, ia berjualan bir (minuman keras) di perempatan jalan. Ia pun bertemu sang Kyai yang kebetulan jalan-jalan melewatinya, sang Kyai terheran-heran, kenapa santrinya bisa berjualan bir. Bukankah dulu santrinya itu ikut mengaji dengannya? Sang Kyai pun bertanya kepada santrinya itu, “Bukankah engkau dulu santriku yang ikut mengaji denganku, lalu mengapa sekarang kamu bisa berjualan bir, barang yang haram ini?”
Santri pun menjawab, “Betul kyai. Bukankah dulu Kyai pernah menjelaskan, bir itu bagian dari takwa?”
Waw, bahaya juga kalau kita mendengarkan penjelasan orang lain sambil ngantuk. Apa yang seharusnya kita ketahui jadi tidak sempurna, bahkan bisa ‘menyimpang’ dari apa yang disampaikan.
Keempat, orang yang tahu dan ia sadar bahwa ia tahu (rojulun yadrii wa yadrii annahu yadrii).
Orang seperti ini akan mengamalkan ilmunya dengan baik. Inilah tipe orang alim, yakni orang yang mengetahui kapasitas ilmunya dan melaksanakan ilmunya dengan baik.
Kita, mau jadi seperti yang mana?
Hidup itu membawa misi
1. Misi ketauhidan
Tauhid -> mengesakan Allah. Yaitu mengesakan Allah SWT dengan cara beribadah hanya semata-mata kepada Allah SWT.
Tauhid itu realisasinya adalah ibadah. Beribadah itu harus ikhlas.
Kalau orang berjuang di Muhammadiyah harus diniatkan ibadah, jangan untuk mengejar dunia. Dunia itu seperti bayangan. Mestinya kita mengejar cahaya, bukan mengejar bayangan. Karena jika kita mengejar cahaya, bayangan akan mengikuti kita. Namun jika kita mengejar bayangan, cahaya tidak akan mengikuti kita. Allah berfirman:
...وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا (3)
“...Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. ath-Thalaq:2-3)
Dalam berorganisasi di Muhammadiyah, jangan sekali-kali mengharapkan keuntungan duniawi. Karena Allah sendiri menyuruh kita untuk berjihad:
وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّه
dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah.
2. Misi kerahmatan
Hidup itu harus punya misi membawa rahmat lil ‘alamin. Hidup harus dimenej. Manajemen islami ada 5 prinsip:
a. Mu’aqodah = selalu ingat janji kepada Allah.
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ (172)

172. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",(QS. Al-A’raaf:172)
Hidup kita ini hanya untuk mengabdi kepada Allah, mentauhidkan Allah. Apapun yang kita lakukan, kita mengurusi Muhammadiyah, ‘Aisyiyah, IMM, NA, IPM, HW, dan sebagainya hanya untuk mengabdi kepada Allah .
b. Muroqobah=merasa dekat dengan Allah, selalu diawasi oleh Allah, sehingga tidak berani bermaksiat.
Dalam Muhamamdiyah, 2 hal yang tidak bisa diampuni: Korupsi dan selingkuh..!
Orang yang ber-Muhammadiyah harus amanah. Tidak mungkin ada pemimpin Muhammadiyah yang korupsi kemudian masih dipilih lagi menjadi pemimpin Muhammadiyah. Jika masih saja ada yang memilih pemimpin yang korupsi, maka dia sama saja dengan orang yang korupsi tersebut.
لا إيمان لمن لا أمانة له
Tidak beriman orang yang tidak amanah.
c. Muhasabah=evaluasi dan intropeksi diri.
Hidup kita ini mestinya harus selalu dievaluasi, begitu pula amal-amal usaha Muhammadiyah, harus selalu melakukan evaluasi, agar bisa berjalan sesuai tujuan Muhammadiyah.
d. Mu’aqobah=berani memberi sanksi kepada dirinya jika melakukam kesalahan.
e. Mujahadah=hidup ini harus diurus, dimenej dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.
Ingatlah, hidup ini hanya ujian. Jika kita tidak menjalaninya dnegan sunnguh-sungguh, tidak akan berjalan dengan baik.
Prinsip Hidup Ustadz Abu Shofyan :
Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.
Jangan dibalik: Mencari manfaat dari orang lain, atau memanfaatkan orang lain.
Laporan: Ain Nurws
Rabu, 25 Januari 2012
siang, menjelang dhuhur, sambil menikmati suara tenunan di rumah dan sayup-sayup angin di luar rumah.

Post a Comment