Ini adalah satu artikel yang pernah saya tulis ketika ada tugas membuat artikel untuk diposting di mading IMM PUTM Putri setahun yang lalu terkait dengan fenomena Valentine Day (V'Day). So, jangan heran kalo tanggal penulisan artikel ini sudah lawas, hehe. ... Satu fenomena yang sudah tidak asing lagi buat kita pada Februari, tepatnya pada 14 Februari, ialah perayaan hari Valentine yang diyakini oleh orang-orang di sekitar kita, khususnya para remaja sebagai hari kasih sayang. Rasanya ingin kita mengatakan kepada mereka yang ikut merayakan hari Valentine bahwa yang mereka lakukan adalah hal bodoh. Tapi kita tak cukup argumen. Ditanya sejarahnya Valentine pun kita hanya mengatakan secara singkat bahwa merayakan hari Valentine itu tidak boleh. Hanya itu?? Setidaknya kita tahu alasan mengapa kita melarang mereka ikut merayakan Valentine. Yupz, perayaan hari Valentine merupakan bentuk paganisme. Tahu apa itu paganisme? Mungkin ini yang perlu kita garis bawahi. Minimal uintuk menambah perbendaharaan kata. Paganisme ialah kepercayaan kepada berhala, atau agama pemuja berhala, atau keadaan tidak memiliki pegangan hidup. Mengapa demikian? Kata Valentine yang berasal dari nama St. Valentino diceritakan dalam banyak versi dan semuanya tidak jelas latar belakangnya baik mengenai tempat maupun waktunya. Setidaknya ada lima versi kisah sejarah St. Valentino yang menjadi asal kata dari Valentine yang pernah saya baca. Salah satunya ialah bahwa perayaan hari Valentine termasuk salah satu hari raya bangsa Romawi paganis (penyembah berhala), dimana penyembahan berhala adalah agama mereka semenjak lebih dari 17 abad silam. Di Roma kuno, 15 Februari adalah hari raya Lupercalia, sebuah perayaan Lupercus, dewa kesuburan, yang dilambangkan setengah telanjang dan berpakaian kulit kambing. Sebagai ritual penyucian, para pendeta Lupercus meyembahkan korban kambing kepada dewa dan kemudian setelah minum anggur, mereka akan berlari-lari di jalanan kota Roma sambil membawa potongan kulit domba dan menyentuh siapa pun yang mereka jumpai dijalan. Dan beberapa ahli sejarah mengatakan bahwa hal ini merupakan cikal bakal hari Valentine. Sedangkan menurut Ensiklopedi Katolik, nama Valentinus diduga bisa merujuk pada tiga martir atau santo (orang suci) yang berbeda yaitu: pastur di Roma, uskup Interamna, (modern Terni), martir di provinsi Romawi Afrika. Hubungan antara ketiga martir ini dengan hari raya kasih sayang (valentine) tidak jelas. Bahkan Paus Gelasius I, pada tahun 496, menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang diketahui mengenai martir-martir ini namun hari 14 Februari ditetapkan sebagai hari raya peringatan santo Valentinus. Nah, versi yang lain menyebutkan, bahwa St. Valentino adalah seorang pendeta yang hidup di Roma pada abad ke-III. Ia hidup di kerajaan yang saat itu dipimpin oleh Kaisar Claudius yang melarang para pemuda menikah demi memperbanyak dan memperkuat pasukan militernya. Namun sebagai pendeta, St. Valentino tetap menikahkan para pemuda dengan pasangan-pasangannya dengan cara sembunyi-sembunyi. Namun aksinya ini akhirnya diketahui oleh Kaisar Claudius. St. Valentino akhirnya dihukum mati oleh Kaisar Claudius. Maka hari kematian St. Valentino itu, yakni 14 Februari, dijadikan sebagai hari kasih sayang. Di atas merupakan penjelasan singkat asal muasal hari Valentine yang salah satunya adalah bentuk paganisme (menyembah berhala). Ken Swiger mengatakan kata “Valentine” berasal dari Latin yang berarti : “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. Maka jika ada yang mengatakan “To be My Valentine” kepada kekasihnya, berarti menjadikan kekasihnya sebagai Yang Maha Perkasa, Maha Kuat, dan Maha Kuasa. Syirik. Maha Suci Allah dari segala yang dipersekutukan dengan-Nya. Kawan, sebagai da’i (minimal calon da’i), kita tidak bisa melarang orang lain tanpa mempunyai dasar yang meyakinkan. Minimal kita tahu mengapa sesuatu itu dilarang untuk dikerjakan. Agar mereka (mad’u) bisa menerima apa yang kita sampaikan. Bentangan kisah yang saya persingkat di atas mungkin hanya sebatas pengetahuan, namun dengan pengetahuan itulah kita bisa meyakinkan mad’u kita agar tidak terjebak pada paganisme yang sama dengan syirik, dosa terbesar dan tidak terampuni kecuali dengan taubatan nashuhah.. Ya, Minimal paganisme. Sebenarnya itu sudah merupakan alasan yang tidak terbantahkan mengapa kita sebagai umat Muslim dilarang mengikuti perayaan Valentine maupun meniru budaya Valentine sekadar memberi cokelat pada pasangan kita dasarnya karena Valentine. Kepada sahabat gimana? Ya sama saja. tidak boleh. Karena meniru budaya orang lain berarti termasuk golongan orang tersebut. Man tasyabbaha biqoumin fahuwa minhum, barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan/bagian dari mereka. Meniru/menyerupai kesyirikan mereka berarti melakukan kesyirikan yang sama dengan mereka juga. Nah, itu yang kedua; menyerupai. Kita punya budaya sendiri, kenapa mesti ikut budaya orang lain. Sip?! Yang ketiga, Valentine tidak jauh-jauh amat dari “pacaran”. Remaja gitulho, yang tidak paham betul dengan agama, maka pacaran sudah menjadi budayanya. Yang paham agama, bisa saja melakukan pacaran. Percaya kan?! (percaya kok..) Dan pacaran, sudah pasti mendekati zina. Sampaikan saja, wa laa taqrobuz zinaa..janganlah kalian dekati zina. Udah cukup kan?! Masih kurang ya, alasannya? Ok, satu lagi. Mudah-mudahan bukan dibuat-buat. Tabdzir, alias pemborosan. Pelakunya namanya mubadzir. Temannya setan. Ya, karena biasanya orang yang pacaran suka menghabiskan biaya hanya demi menyenangkan pacarnya. Sampai yang tidak terlihat bentuknya;pulsa. Apalagi ada moment Valentine, apa saja akan dilakukan demi membuktikan cintanya (yang hanya seusia jagung). Sampaikan saja..innal mubadzdziriina kaana ikhwaanasy syayaathiin..sesungguhnya orang-orang yang berlaku boros ialah saudara-saudara syetan. Demikian, bentangan argumen di atas sudah cukup untuk menyadarkan mereka yang ikut-ikutan Valentine-an. Sudah cukuplah alasan suatu dosa dikemukakan. Namun apalah artinya jika tidak ada kesadaran dari dalam hati untuk mengikuti yang benar. Dan jangan lupa, sampaikan dengan cara yang elegan, biar tidak ada kata dan sikap yang menyakitkan. Seolah kita adalah bagian dari mereka dan kita hanya menyampaikan. Matur nuwun..!! Sabtu, 12 Februari 2011 The power of first room -Cahaya mata dan Yaum Al_falah-

Post a Comment