Ketika membicarakan pemikiran, manusia sering kali terpecah-pecah menjadi beberapa kelompok. Contohnya dalam dinamika pemikiran Islam yang saat ini berkembang, paling tidak ada kelompok yang dinamakan konservatif, moderat, liberal. Kelompok konservatif ditujukan kepada mereka yang ketat dalam berhukum, menafsirkan ayat al-Qur’an maupun sunnah Rasulullah secara tekstual, dan cenderung berpegang teguh pada pendapat ulama-ulama terdahulu. Kelompok liberal ditujukan kepada mereka yang pemikirannya tidak berpegang teguh pada pendapat-pendapat lama yang dianggap sudah tidak sejalan dengan realitas zaman. Sedangkan kelompok moderat biasanya mereka yang pertengahan. Pertengahan? Pertengahan atau kebingungan? Banyak orang yang mengaku sebagai pertengahan/moderat. Ada kalanya mereka ketat sekali dalam menyikapi teks-teks al-Qur’an dan sunnah. Ada kalanya mereka berpikiran longgar dan bebas. Seorang ustadz muda yang mengajar kami di PUTM juga pernah berujar, “memang resiko menjadi orang moderat adalah dikatakan terlalu konservatif, tapi kadang dikatakan liberal.” Mungkin kenyataannya benar. Tapi apakah moderat itu sebuah jawaban? Moderat yang seperti apa? Seperti inikah? Sebagai penuntut ilmu, kita harus terus mencari dan mencari kebenaran sejati. Tidak boleh berhenti pada satu pendapat kemudian menganggapnya sebagai pendapat yang benar sementara pendapat yang lain salah, tapi kita harus mengatakan bahwa pendapat itu mungkin benar dan tidak menutup kemungkinan bahwa pendapat lain juga benar. Sekilas tampak benar statemen itu. Tapi dalam praktiknya, apakah itu mudah dilakukan? Bisakah kita tidak memiliki keberpihakan? Bisakah kita terus menerus dalam keadaan bingung, tidak tahu harus memegang pendapat yang mana karena semua bisa jadi benar? Bisakah? Sejatinya mereka yang mengatakan bahwa mereka kelompok moderat, mereka sedang dalam keadaan bingung. Atau mereka sendiri sebenarnya tidak bisa mempraktikkan pernyataan yang mereka buat sendiri untuk menjadi orang yang terus mencari dan mencari. Jika memang semuanya mungkin benar dan mungkin salah, nyatanya mereka tidak meragukan prinsip yang sedang mereka pegang; bahwa semuanya mungkin benar mungkin juga salah. Mereka pada dasarnya juga memiliki keberpihakan pada pendapat-pendapat tertentu. Kita sepakat bahwa kita tidak boleh taklid pada pendapat tertentu. Kita juga tidak boleh mau menerima dan tidak mau menerima suatu ide/gagasan atas dasar suka dan tidak suka. Tapi ingat, kita juga tidak boleh jatuh dalam sikap skeptis; sikap ragu-ragu. Jika kita selalu ragu pada pendapat, sekalipun pendapat itu berdasar dalil shahih dan istidlal yang bagus, bukankah kita justru masuk dalam satu madzhab baru; madzhab skeptisisme? Pada akhirnya kita memang harus memilih. Kita mau berpihak kepada siapa? Kepada orang-orang yang dinggap sangat ketat, atau kepada orang-orang yang sangat longgar, atau menjadi bagian dari orang-orang yang bingung? Banyak orang yang sudah tampak gejala ‘liberal’-nya, tapi mereka sangat ketakutan dikatakan liberal. Karena sudah banyak kecaman dari berbagai pihak terhadap liberal yang dianggap membahayakan pemikiran umat Islam. Liberal hanya bisa dikalahkan dengan ilmu. Perbanyak ilmu, perdalam Islam, dekatkan diri pada al-Qur’an, pahami ia sebagaimana para ulama terdahulu memahami mereka. Jangan lupa, hadiri WORKSHOP PEMIKIRAN ISLAM KONTEMPORER, menghadirkan Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi (Direktur INSIST), Dr. Dihyati Maskon (ISID Gontor), Faturrahman Kamal, Lc., M.SI (Direktur Institut Pemikiran Islam (IPI) Jogja), dan peserta Program Kaderisasi Ulama (PKU) MUI angkatan ketiga, pada tanggal 24 Maret 2012 jam 08.00-16.00 di Auditorium Fakultas Peternakan UGM, dan pada 25 Maret 2012 jam 08.00-16.00 di ruang Teatrikal Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kerjasama: PKU MUI, ISID Gontor, IPI Jogja, LPI Jogja. Pertajam pemikiran kita dengan mengikuti seminar-seminar semacam itu. Siapkan pertanyaan terbaikmu.! Selasa, 20 Maret 2012 Oleh : Ain Nurwindasari

Post a Comment