Kamis, 22 Maret 2012 Kita yang masih diberi kesempatan untuk hidup, untuk berbuat baik, untuk melakukan apa saja, gunakanlah itu untuk kebaikan. Ketika tulisan ini ditulis, saya sedang terbawa suasana duka, karena dua teman seperjuangan sedang berbaring lemah di rumah sakit akibat kecelakaan lima hari yang lalu. Mereka adalah Sadam (Ahmad Sadam) dan Feri (Feri Efendi). Mereka adalah thalabah (mahasantri PUTM Putra). Mereka mengalami kecelakaan cukup parah, menabrak bis di pertigaan dekat UGM pada ahad (18/3). Sadam mengalami cedera tangan kiri, dan sudah dioperasi pada Selasa siang (20/3). Feri mengalami cedera kepala dan kaki, dan kepalanya sudah dioperasi pada selasa malam (20/3). Sampai saat ini Feri masih belum sadarkan diri. Dia masih koma, dan dirawat di ruang ICU RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Sedangkan Sadam kondisinya semakin membaik. Tapi Sadam ditempatkan di bangsal Marwah C, yang suasananya cukup panas karena ruangan tersebut dihuni oleh banyak orang. Kami mencoba menghibur sadam dan menyemangatinya. Meski hanya dengan satu dua kata “Semangat, sadam..”, “Semangat, feri..”, “kamu pasti bisa sembuh..”. Sadam bisa merespon dengan baik dan senyum yang merekah. Tapi Feri yang masih belum sadarkan diri hanya bisa menjejak-jejakkan kakinya di tepi ranjang. Entah itu pertanda baik atau sebaliknya, kami tidak tahu. Setelah menjenguk dua teman saya itu, hati ini sejenak berbunga, karena ada perubahan kondisi mereka meski kecil sekali. Tapi bunga itu tiba-tiba saja lenyap disapu angin, karena dugaan-dugaan miring tiba-tiba datang dari beberapa teman lain. Hati ini berusaha tabah dan menepis dugaan-dugaan yang kurang menyenangkan itu. Tapi hati ternyata hati ini terpengaruh juga oleh dugaan itu. Saya jadi memikirkan banyak hal tentang teman saya yang masih koma itu. Saya berfikir mengenai betapa berharganya kesehatan itu, betapa berharganya kesempatan hidup yang Allah anugerahkan kepada kita, yang kita sering kali melupakan dan menyia-nyiakannya. Kita sering kali tergoda untuk bermalas-malasan melakukan kebaikan, tidak memenuhi panggilan kebaikan. Kita lebih suka melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat ketimbang melakukan hal-hal yang bermakna. Kita lebih suka membicarakan hal-hal yang remeh temeh, keinginan-keinginan, angan-angan kosong, sementara kita lupa memikirkan kepentingan orang lain dan masa depan kita yang lebih panjang. Melalui peristiwa ini, saya juga diingatkan tentang kesan dan kepribadian seseorang. Ketika Feri sedang dalam keadaan tidak normal seperti ini, ketika dia tidak bisa mengatakan apa yang ingin ia katakan, ketika kondisi koma feri itu membuat kami bertanya-tanya, maka yang berbicara adalah kesan yang pernah ia torehkan di hati-hati kami. Kesan yang pernah ia ukir adalah bahwa seorang Feri adalah sosok yang pendiam, tapi dia sekali mengirim pesan yang ada adalah taushiyah penyejuk jiwa. Feri adalah sosok yang sederhana. Feri tidak begitu vokal, tapi perannya tidak bisa diabaikan dalam organisasi IMM, meski ketika Musykom tahun lalu dia hanya bertugas sebagai penyeduh kopi untuk membantu kawan-kawan melawan kantuk. Mungkin melalui Feri, Tuhan bermaksud memberi pelajaran berharga bagi kita semua yang menyaksikan. Mungkin doa kita selama ini kurang sungguh-sungguh, hingga Feri belum juga sadar dari komanya. Mungkinkah? Tuhan, sayangilah Feri. Jangan beri ia rasa sakit. Jika memang sakit itu harus menghampirinya, tolong jangan lama-lama. Berilah kesempatan lagi buat dia untuk berkarya, menggandeng lagi tangan kami, berada di tengah-tengah kami untuk menegakkan kalimat-Mu... Amien... Satu lagi, dengan kejadian ini saya jadi teringat dengan seorang teman bernama Ahmad Sumarto. Aku biasa memanggilnya Mas Amar. Dia seorang aktifis IRM (yang kemudian berubah menjadi IPM). Tidak ada yang meragukan kebaikannya. Dia adalah orang yang begitu aktif dalam organisasi baik IPM maupun Muhammadiyah. Pergaulannya lintas generasi. Artinya, dia bisa bergaul dengan kalangan tua, juga dengan kalangan muda. Dia orang yang sangat dermawan, friendly, murah senyum, pandai menghibur, pintar berpidato, dan lain-lain. Mas Amar juga telah membuat Cabang IRM Kecamatan Benjeng menjadi hidup, juga ranting-rantingnya. Namun Allah memanggilnya lebih cepat daripada yang kami duga. Pada bulan Maret 2010, dia menghembuskan nafas terakhirnya, karena kecelakaan motor dengan truk. Mas Amar tewas dalam kecelakaan itu, seketika. Ya Allah, kami semua terperangah, banyak yang tidak menduga. Setelah itu, aku menemukan hikmah yang begitu besar. Tentang sebuah perjuangan, persembahan yang baik yang dia berikan kepada orang-orang di sekitarnya, akan terus terkenang meskipun jasadnya sudah tidak ada di hadapan orang-orang tersebut. Kini kebaikannya karena telah menghidupkan cabang dan ranting IPM yang ada di Benjeng, telah diteruskan oleh teman-teman yang lain. Itu artinya kebaikannya terus mengalir. Mereka yang saat ini tidak ada di hadapan kita namun meninggalkan kesan bermakna, telah menanam dengan baik benih-benih kebaikan. Mereka juga menyemainya hingga benih itu terus tumbuh dan tumbuh. Kini mereka menuainya, yakni kita yang masih diberi banyak kesempatan, menjadi terinspirasi dengan kebaikan-kebaikan yang telah mereka lakukan. Semoga kita termasuk orang yang selalu sibuk menanam, dan siap untuk memanennya pada waktunya. Keep Spirit..!!! Amien....

Post a Comment