Selasa, 24 Juli 2012


Tulisan kali ini adalah hasil rekaman saya lewat catatan di buku kecil yang sering kali menemani saya kemana-mana. Rekaman ini adalah ceramah yang disampaikan oleh Ustadz Srimanto, takmir masjid An-Nashir pada pengajian takjilan senin, 23 Juli 2012 kemarin. Masih ada hubungannya dengan ceramahnya Ustadz Masyhuri Syuhad beberapa hari yang lalu (http://ainnurwindasari.blogspot.com/2012/07/nyadran-dan-padusan-cmh-1433-h-bagian-2.html). Berikut inti ceramah dari Ustadz Srimanto.

من فرح بدخول رمضان حرم الله جسده على النيران
“Barang siapa yang bergembira dengan masuknya bulan Ramadhan, maka Allah mengharamkan jasadnya disentuh oleh api.”[1]


Hadis di atas—meskipun untuk saat ini penulis belum mendapatkan kepastian apakah itu hadis shahih atau dhaif dan mudah-mudahan kita segera mendapatkan kepastian validitas hadis tersebut—menunjukkan kepada kita bahwa seorang muslim sudah selayaknya bergembira dengan datangnya bulan Ramadhan. Kegembiraan dengan datangnya bulan Ramadhan mungkin bisa diungkapkan dengan ucapan “Marhaban ya Ramadhan”, “ahlan wa sahlan ya syahral mubaarak”, dst.

Terlepas dari status validitas hadis di atas, tidak mengherankan jika kita sebagai orang yang beriman menyambut keberkahan yang akan kita dapatkan dari bulan Ramadhan ini.

Bulan yang penuh dengan kemuliaan ini seyogyanya kita sambut dengan baik dan benar, bukan dengan hal-hal yang tidak ada tuntunan maupun faedahnya.
Ada tradisi-tradisi yang berkembang dalam masyarakat Indonesia yang harus dibenahi, berkaitan dengan menyambut bulan Ramadhan ini.

Pertama, mengenai long. Long adalah semacam alat yang terbuat dari bambu dan dapat menghasilkan suara dentuman yang cukup keras apabila dibunyikan. Ada sebagian masyarakat yang menyambut momen Ramadhan dengan membuat long. Mungkin mereka juga tidak paham betul apa makna di balik “Long”. Long berasal dari kata “Ngelongi”, maknanya adalah mengurangi. Maksudnya “Longono dusomu”, kurangilah dosamu. Jadi, sebelum memasuki bulan Ramadhan kita dianjurkan untuk banyak-banyak mohon ampun kepada Allah dan memperbaiki. Intinya kita berusaha untuk mengurangi dosa-dosa kita. (Nah, pemelintiran budaya lagi, kan..)

Kedua, mengenai mercon. Mercon dalam bahasa Indonesia disebut petasan. Mainan ini banyak kita jumpai dan semakin ramai diledakkan ketika bulan Ramadhan maupun saat idul fitri. Taukah kita, apa makna dari mercon? Mercon adalah kata yang dipenggal dari kalimat “Mercontoo Rasulullah”, artinya teladanilah Rasulullah SAW. Dari sini sudah jelas, maksud dari tradisi yang sudah dipelintir sedemikian rupa menjadi pesta mercon/petasan pada asalnya adalah nasihat para pendahulu kita untuk meneladani Rasulullah, baik dalam akhlak maupun ibadah. Terlebih lagi pada bulan Ramadhan, banyak tuntunan Nabi yang harus kita perhatikan untuk mendapatkan keberkahan Ramadhan.

Ketiga, mengenai padusan, yakni ritual yang berupa mandi untuk membersihkan diri menyambut Ramadhan yang biasanya dilakukan di pantai-pantai tertentu untuk mendapatkan keutamaan menurut para penganjur budaya ini. Semestinya mandi itu tidak hanya pada saat menyambut Ramadhan. Mandi setiap hari juga harus. Padusan itu kan siram (mandi). Ada ungkapan jawa yang menyatakan “siramo menyang solo”, yang artinya mandikanlah dirimu, bersihkanlah dirimu dengan shalat. Shalat salah satu sarana ampuh untuk bertaubat, menghapus dosa. Dan inilah yang dicontohkan oleh Rasullullah. Jadi, bukan mandi dalam arti fisik. Lagi-lagi kita tertipu dengan ritual fisik.

Keempat, nyadran. Orang nyadran menyajikan berbagai makanan untuk orang yang sudah meninggal. Bahkan ada yang menyiapkan makanan yang menjadi kesukaan si mayit ketika si mayit masih hidup. Misalnya ada orang yang suka mie ayam. Ketika sudah meninggal, keluarga yang ditinggalkan mengirimnya mie ayam ke kuburan. “Mbok sampek sebulan mie ayam itu nggak akan habis”, hehe. Yang perlu diketahui, bahwa orang yang sudah meninggal tidak lagi butuh makanan fisik. Yang dibutuhkan oleh orang yang sudah meninggal adalah makanan non fisik, yakni doa. Doa dari orang-orang yang masih hidup lah yang bisa membantu kehidupannya di alam kubur.

Nah, tradisi-tradisi di atas hendaknya kita benahi dalam masyarakat kita.

Wallahu a’lam bish-showab.

Laporan: Ain Nurwindasari



[1] Setelah saya cek di Maktabah Syamilah dengan beberapa kata kunci yang ada dalam teks hadis di atas, tidak ada satu pun yang menampilkan hadis tersebut dari berbagai kitab mutunul hadits. Saya coba mencari di kitab al-maudhuat dengan menggunakan kata kunci yang terdapat dalam teks hadis tersebut juga tidak muncul. Ketika saya searching di internet, hasilnya ada beberapa artikel yang menulis tentang hadis ini baik sebagai bahasan utama maupun hanya pelengkap. Akan tetapi tidak ada satu pun artikel yang saya temukan mencantumkan perawi hadis
من فرح بدخول رمضان حرم الله جسده على النيران”. Apakah hadis tersebut maudhu’? Wallahu a’lam. Yang jelas begitulah yang terjadi ketika saya coba telusuri jejak hadis tersebut. Tidak ditemukan secara pasti siapa perawi hadis tersebut dan terdapat dalam kitab apa. Kita memohon kepada Allah, Semoga ada pembaca—atau saya sendiri—yang bisa menemukan jejak hadis ini apakah termasuk hadis dhaif atau hadis shahih.

2 Komentar

  1. kreativitas dalam membumikan nilai-nilai Islam,..... tinggal pintar pintar saja menghindarkannnya dari pem-bid'aha. Selama tidak dianggap sebagai bgian dari syariat ya oke oke saja.... apa bedanya dengan tradisi "baju baru lebaran", atau "harga naik ramadan"????....

    BalasHapus
  2. Syukron atas masukannya.. :)
    Untuk long dan mercon mungkin netral saja, hanya saja disayangkan jika kita tidak tahu maknanya. Adapun Nyadran dan padusan adalah budaya yang dibarengi dengan keyakinan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, bahkan bertentangan dengan akal sehat.
    Wallahu a'lam..

    BalasHapus

Posting Komentar