Allah SWT sebagai pencipta manusia adalah Dzat yang maha tahu tentang diri manusia. Allah lah yang paling tahu bagaimana manusia bisa bahagia, sebab-sebabnya, serta apapun yang dapat menjauhkan manusia dari kebahagiaan. Oleh karena itu, Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat manusia dengan tujuan tidak lain agar manusia bahagia di dunia maupun di akhirat. Dengan kata lain, al-Qur’an merupakan sumber kebahagiaan manusia di dunia maupun akhirat. Namun sangat disayangkan ketika manusia tidak menyadari hal ini. Manusia berusaha mencari kebahagiaan dengan cara-cara selain yang dituntunkan oleh Dzat yang terlah menciptakannya dan Maha Tahu tentang dirinya.
Kebahagiaan
manusia tidak terpaku pada hal-hal yang bersifat materi. Akan tetapi kebahagiaan
manusia tergantung pada ketenangan hati, kedamaian, serta kelapangan jiwa,
apapun kondisi yang sedang dihadapi. Jika pada kenyataannya manusia tidak dapat
hidup bahagia, maka bisa dipastikan karena hatinya jauh dari al-Qur’an.
Masih ingatkah
kita dengan tren yang muncul pada tahun 2012 lalu? Galau. Kata tersebut menjadi
tren bukan saja pada remaja, bahkan orang dewasa pun ramai mengadu di berbagai
jejaring sosial bahwa penyakit yang satu ini (galau) tengah menjangkiti mereka.
Pada tahun 2013 ini apakah berarti serangan galau sudah berakhir? Tidak. Galau
ialah perasaan gelisah, sempit, sedih, bingung sehingga manusia menjadi tidak
tenang. Perasaan galau ini pada hakikatnya selalu menghampiri manusia ketika
mereka tidak memiliki iman yang kuat dan ketika mereka jauh dari al-Qur’an.
Allah SWT berfirman dalam QS. Thaha ayat 124-125:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي
فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى (124) قَالَ
رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا (125)
Artinya:
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada
hari kiamat dalam keadaan buta." Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa
Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah
seorang yang melihat?”.
‘Penghidupan
yang sempit’ dalam ayat ini bisa saja berarti kegalauan. Orang yang galau tentu
saja tidak merasakan kelapangan hidup. Orang yang galau juga gampang ‘jatuh’
sekalipun hanya tertiup angin masalah yang kecil. Hatinya mudah ragu, sedih,
putus asa. Tidak ada keyakinan yang membuatnya percaya diri menghadapi
lika-liku kehidupan. Hal ini disebabkan hatinya berpaling dari peringatan
Allah, yakni al-Qur’an. Padahal al-Qur’an telah menyediakan berbagai solusi
permasalahan kehidupan. Jika seseorang hatinya berpaling dari al-Qur’an, bukan
saja hidupnya di dunia akan sempit, melainkan di akhirat matanya akan dibutakan
oleh Allah SWT, seperti disebutkan oleh Allah dalam surat Thaha di atas.
Pembaca,
manusia di dunia ini tidak lepas dari yang namanya masalah. Hilang satu
masalah, seakan masalah yang lain terus menyusul. Manusia pun beragam dalam
menyikapi masalahnya. Ada yang tenang sambil menyerahkan semua urusan kepada
Allah dia berikhtiar. Ada pula yang panik bukan kepalang dan mencari cara-cara
yang tidak sesuai dengan petunjuk al-Qur’an. Banyak pula manusia yang tidak
mengadukan masalahnya kepada Allah, kecuali jika cara-cara yang dia tempuh
sudah dirasa tidak berhasil, barulah Allah menjadi tempat aduan. Padahal, ketika
masalah muncul, seharusnya yang pertama kali menjadi tempat aduan adalah Allah.
Karena Allah lah yang paling tahu apa yang menjadi penawar dari masalah
manusia. Allah juga tidak akan bertanya kenapa manusia mengadu kepadanya. Beda
dengan dokter, tukang servis, tukang tambal ban, yang ketika kita mengadukan
masalah kita mereka berbalik tanya “Apa yang rusak? Apa yang sakit?” dan
seterusnya. Maka Allah menurunkan al-Qur’an. Al-Qur’an hadir untuk menjadi
penawar bagi hati manusia yang sedang dirundung masalah.
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا
هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
(82)
Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada
orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS. Al-Israa’[17]:82).
Dari ayat di atas, kita tahu bahwa manusia terbagi menjadi dua dalam
menerima al-Qur’an. Ada orang mukmin dan ada orang dzalim. Orang mukmin
menjadikan al-Qur’an sebagai penawar dan rahmat. Kehadiran al-Qur’an tentu
membuatnya bahagia, melapangkan hatinya, menenangkan jiwanya, menyelesaikan
masalahnya. Adapun orang yang dzalim justru sebaliknya. Kehadiran al-Qur’an
bagi orang yang dzalim hanya akan menambah kerugian. Rugi karena harus mengajar
TPA dengan gaji yang amat sedikit, atau bahkan tidak digaji. Rugi jika harus
meluangkan waktu untuk membaca al-Qur’an. Rugi karena harus mendengarkan
ceramah tentang isi al-Qur’an.
Oleh karena itu, hanya ada satu pilihan jika kita ingin berbahagia di
dunia dan akhirat; menjadi orang beriman dan menjadikan al-Qur’an sebagai
pedoman hidup satu-satunya. Mari kita berdoa agar Allah membuat kita semakin
dekat dengan al-Qur’an dari hari ke hari. Amien.
Wallahu a’lam bishshowab.
Ain.
#materi buletin Asy-Syifa', forum daiyah edisi Maret 2013
Loading...
Posting Komentar