Tidak semua. Ya, memang tidak semua yang konvensional adalah lebih baik. Itulah kenapa pada hampir semua lini, orang-orang berupaya untuk beralih dari yang konvensional kepada yang lebih canggih atau modern. Faktor efisiensi waktu, tenaga, biaya, dan sebagainya adalah faktor utama semakin sedikitnya sesuatu yang konvensional di dunia ini. Dulu tidak ada komputer yang tanpa keyboard, sekarang dunia telah diperkenalkan dengan tablet, semisal komputer tanpa keyboard. Hanya dengan menggeser tangan di layar, operasi komputer telah berjalan.

Dulu sedikit sekali orang yang punya motor. Ketika itu sepeda onthel menjadi alat transportasi yang sangat akrab menemani perjalanan manusia menyusuri jalan-jalan di dunia. Memang sih, perjalanan dengan menggunakan onthel ini memakan waktu yang cukup lama. Karena sepeda mungkin paling cepat melaju dengan kecepatan 20km/jam (ini hanya kira-kira). Sekarang, mobil dan motor telah memenuhi jalan-jalan yang kita lewati. Memang sih, kita jadi lebih cepat sampai tujuan. Tapi, polusi udara tidak terhindarkan.
Meski demikian, kendaraan yang modern seperti motor dan mobil tidak selamanya menjadi alternatif terbaik. Di Jakarta misalnya, justru banyaknya mobil dan motor yang memenuhi jalan menyebabkan kemacetan dimana-mana. Justru jalan kaki bisa menjadi alternatif untuk mencapai tujuan lebih cepat. Pengguna mobil saja bisa terjebak kemacetan hingga 6 jam. Kalau sudah begini, kendaraan yang bisa melaju 100km.jam pun bisa dikalahkan dengan jalan kaki. iya kan? hehe.
Menelisik lebih dalam lagi, sebagai refleksi dari apa yang sudah terjadi di sekitar asrama saya. Ya, saya tinggal di asrama, sudah lebih dari empat tahun ini. Sejak menjadi santri sampai sekarang menjadi pembimbing. Dulu, waktu saya masih jadi santri, saya kemana-mana naik bis, atau kalau jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh, saya biasa jalan kaki atau naik sepeda. Teman-teman seangkatan saya pun demikian. Beruntungnya kami karena kami seangkatan sangat kompak kalau mau ada acara. Paling tidak, ada kesolidan yang sangat kami rasakan. Kemana-mana kami sering bareng. So, capek dan waktu yang lama jika harus ke suatu tempat yang agak jauh, selalu dibumbui dengan mutiara-mutiara kebersamaan; entah itu canda tawa atau sekedar foto narsis di bis.
Sekarang, kondisi sebenarnya tidak jauh berbeda. Tapi cara menyikapi yang sudah agak berbeda. Masih ada bis yang lewat jalan dekat asrama kami, tapi banyak santri yang tidak terbiasa naik bis atau jalan kaki. Kemana-mana naik motor terus. Dari kebiasaan ini, kebersamaan mereka jadi tidak sekompak kami.
Dulu, kalau naik bis, jadi bisa muroja’ah sambil menikmati perjalanan. Perjalanan yang memakan waktu yang lama jadi bisa dinikmati dengan hikmat. Sekarang, naik motor, mana bisa sambil muroja’ah? Dan masih banyak hal lainnya.
Sekilas sih terkesan di asrama ini terlalu mengekang. Tapi coba deh direnungkan, baik buruknya. Buktinya, dulu ketika kemana-mana naik bis, bahkan tidak cukup sekali naik bis dan ditambah jalan kaki, para santri masih bisa mengikuti berbagai kegiatan di luar dengan penuh semangat. Jadi, tidak ada alasan ketiadaan motor itu menghalangi fleksibilitas dan mobilitas kita dalam mengikuti kegiatan. Toh, kalau kita terpaksa tidak bisa pergi, masih banyak yang bisa kerjakan di asrama, terutama kegiatan membaca kitab. Ingatkah kita bahwa tugas utama kita disini adalah belajar, belajar dan belajar? Kenapa tidak jadikan bahan pembelajaran apa yang sudah ada di hadapan kita, daripada mengeluhkan apa yang tidak ada?
Keep spirit, keep positive thinking, keep smile.. J
Cemungud, Fighting, Ganbatte..
Ain Nurws
Di kamar musyrifah asrama 1 PUTM Putri