Lama sekali nggak posting-posting, merasa berdosa kepada orang-orang yang membutuhkan share ilmu, merasa berdosa kepada orang yang sudah memberi kepercayaan berupa fasilitas, kesempatan, dll.
kali ini aku coba posting hasil murojaahku dalam kitab tafsir al-maraghi. insyaallah kamis pagi aku nemenin adik-adik PUTM Putri belajar kitab tafsir ini. Kalau aku nggak mempersiapkan kasihan mereka dan aku nggak ada gunanya donk...
Ok, semoga postingan ini bermanfaat bagi pembaca, terutama yang masih berdoa dengan suara keras-keras..hmmm
Teks ayat:
وَإِذَا
سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ (186)
Terjemah:
Dan apabila hamba-hamba-Ku
bertanya tentang Aku maka (jawablah) bahwa sesungguhnya Aku itu dekat. Aku menjawab
doa orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku. Maka hendaknya mereka
menjawab seruanku dan hendaknya mereka beriman kepada-Ku agar mereka mendapat
petunjuk.
MAKNA GLOBAL
Ketika Allah menuntut
hamba-hamba-Nya dalam ayat sebelumnya untuk berpuasa sebulan dan menyempurnakan
bilangan, dan mendorong mereka untuk bertakbir agar mereka mempersiapkan diri
mereka untuk bersyukur, kemudian Allah melanjutkan dengan ayat ini sebagai
petunjuk bahwa Dia Maha Mengetahui tentang segala keadaan mereka, Maha
Mendengar perkataan-perkataan mereka. Maka Allah akan menjawab doanya
orang-orang yang berdoa (kepada-Nya) dan memberi balasan kepada mereka atas
amal-amal mereka. Maka dalam hal ini Allah mendorong mereka untuk berdoa. Dan telah
diriwayatkan bahwa sebab turunnya ayat ini ialah bahwa Nabi SAW telah mendengar
umat Islam yang berdoa kepada Allah dengan suara yang tinggi pada perang
Khaibar, lalu Rasulullah bersabda kepada mereka: wahai sekalian manusia,
sayangilah diri kalian, sesungguhnya kalian tidak sedang berdoa kepada orang
yang tuli dan tidak pula ghaib. Sesungguhnya kalian berdoa kepada Yang Maha
Mendengar dan Maha Dekat, dan Dia selalu bersama kalian.”
Dan dapat diambil dari ayat ini
ialah bahwa tidak selayaknya seseorang meninggikan suara dalam beribadah
kecuali seperti yang telah ditetapkan oleh syariat dalam sholat jahr, yakni
orang yang dekat dengannya bisa mendengarnya. Maka barang siapa yang sengaja
berlebih-lebihan dalam berteriak ketika berdoa, berarti dia menyelisihi
perintah Tuhannya dan perintah Nabinya.
(وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي
عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ)
Allah dekat dengan hamba-hamba-Nya,
meliputi ilmu-Nya terhadap segala sesuatu. Maka Dia mendengar perkataan mereka
dan melihat perbuatan mereka. Maksudnya, ingatkanlah wahai Rasul, kepada
hamba-hamba-Ku terhadap apa yang wajib mereka jaga dalam ibadah ini maupun
selainnya berupa ketaatan, ikhlas, taubat dan hanya menghadap kepada-Ku dengan
berdoa. Dan kabarkanlah kepada mereka bahwa Aku dekat dengan mereka, tidak ada
hijab di antara-Ku dan di antara mereka. Tidak pula ada wali maupun pemberi
syafaat yang menyampaikan doa dan ibadah mereka kepada-Ku, (tidak ada pula wali
maupun pemberi syafaat) yang bersekutu dengan-Ku dalam menjawab (doa) mereka
dan memberi pahala kepada mereka. Dan Aku menjawab doa orang yang berdoa
kepada-Ku tanpa perantaraan seorangpun apabila orang yang berdoa tersebut
benar-benar menghadapkan wajahnya kepada-Ku semata dalam memohonkan
keinginannya. Karena sesungguhnya Akulah yang telah menciptakannya dan Akulah
yang paling mengetahui bisikan yang ada pada jiwanya.
Orang yang mengetahui syariat dan
sunnah-sunnah Allah pada makhluknya tidak akan bermaksud dengan doanya kecuali
hidayah-Nya kepada sebab-sebab yang dapat menyampaikannya kepada terwujudnya
apa yang dia sukai/ingini dan tercapainya maksud-maksudnya. Maka apabila dia
meminta kepada Allah untuk menambahkan rizkinya, dia tidak bermaksud agar
langit hujan emas dan perak. Dan apabila dia meminta kesembuhan dari sakitnya
yang melelahkannya dalam pengobatannya, maka dia tidak bermaksud agar Allah
menembus/merobek apa yang sudah menjadi kebiasaan, akan tetapi dia menginginkan
taufiq-Nya kepada penyembuhan yang menjadi sebab kesembuhannya. Dan barang
siapa yang meninggalkan tindakan dan usaha dan menuntut agar diberikan harta
maka dia bukan orang yang berdoa melainkan dia adalah orang yang jahil (bodoh).
Dan begitu pula orang yang sakit yang tidak menjaga pantangan dan tidak
menggunakan obat, sementara dia meminta kesembuhan dan kesehatan. Karena sesungguhnya
dua orang yang dimisalkan tersebut sedang menuntut batalnya sunnah-sunnah yang
telah ditetapkan oleh Allah pada penciptaan.
Dan doa yang diminta ialah doa
dengan ucapan bersama menghadapkan wajah kepada Allah dengan hati. Dan hal itu
merupakan pengaruh dari perasaan butuh kepada-Nya. Dan orang yang mengingatkan
keagungan-Nya dan kemuliaan-Nya. Dan dari sana, Nabi menyebut doa sebagai inti
dari ibadah. Ijabahnya doa ialah diterimanya doa dari orang yang ikhlas
kepada-Nya dan minta tolong kepada-Nya, sama saja baik apa yang dia minta
sampai kepadanya secara tampak ataupun tidak sampai kepadanya. Dan ayat yang
semisal ialah firman-Nya dalam surat Qaaf:
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ
مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ (16)
Dan kami lebih dekat dengannya
daripada urat nadi.
Dan berdasarkan hal ini maka
tidak boleh seseorang berdoa dengan meninggikan suaranya, dan tidak pula kepada
perantaraan antara mereka dan Dia dalam meminta hajat sebagaimana yang
dilakukan oleh orang-orang musyrik berupa tawassul dengan syafaat dan
perantara-perantara.
فَلْيَسْتَجِيبُوا
لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي
Al-istijaabah ialah menjawab
dengan penuh perhatian dan persiapan. Maksudnya ketika Aku dekat dengan mereka,
menjawab doa orang yang berdoa kepada-Ku, maka hendaknya mereka menjawab
seruanku dengan menegakkan amalan-amalan yang Aku perintahkan kepada mereka berupa
iman, ibadah-ibadah yang bermanfaat bagi mereka seperti puasa, shalat, zakat
dan lain-lain berupa amalan yang aku serukan kepada mereka, sebagaimana aku
menjawab doa mereka dengan menerima ibadah mereka.
لَعَلَّهُمْ
يَرْشُدُونَ
Ar-rusydu dan ar-rosyad ialah lawan kata al-ghayyu
(kesesatan) dan al-fasad (kerusakan): Maksudnya sesungguhnya amal-amal apabila
ia muncul karena adanya ruh iman maka diharapkan pelakunya mendapatkan petunjuk
dan hidayah. Adapun apabila amalan tersebut muncul karena mengikuti kebiasaan,
sesuai dengan kelompok-kelompok yang ada maka hal itu tidak dianggap sebagai
amalan yang karena petunjuk dan takwa. Akan tetapi bisa saja menambah pelakunya
peperangan dalam syahwat, dan kerusakan dalam akhlak. Sebagaimana hal itu bisa
disaksikan di hadapan orang-orang yang berpuasa karena taklid kepada
bapak-bapak mereka dan keluarga mereka, bukan karena ikhlas kepada Tuhannya dan
mencari pahala-Nya.
Diterjemahkan oleh Ain Nurwindasari
dari kitab tafsir Al-Maraghi halaman 75-76.
Rabu, 5 Maret 2014