Pernah mendengar kata laduni? Iya biasanya disandarkan menjadi sebuah frase “ilmu laduni”, sederhananya ilmu yang datang dari Allah. Tulisan ini berawal dari diskusi yang sangat menarik di kelas kami “Manahijul Mufassirin” yang dibimbing oleh ustadz Radwan Jamal Al-Atrasy. Beliau adalah dosen kami di bidang ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, beliau berasal dari Palestina. Subhanallah.. Allahu Akbar. Kenapa aku tiba-tiba menulis kalimat takbir dan tasbih? Karena ketika mengingat beliau, kalimat yang sering beliau katakana ketika takjub adalah tasbih dan takbir. Jadi refleks aja barusan. :)

Baiklah, jadi tadi siang kami membahas tentang metode tafsir isyari dan tafsir ilmi. Ketika membahas tentang tafsir isyari, ustadz Radwan menjelaskan bahwa tafsir isyari sederhananya adalah menafsirkan al-Qur’an dengan di luar makna dzahir ayat, di mana seorang mufassir berpegang pada isyarat yang terdapat pada ayat tersebut. Para mufassir yang menggunakan metode ini mengklaim bahwa metode yang mereka gunakan ada dalilnya dalam al-Qur’an, salah satunya ayat yang sering kita dengar
 أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ 
“Apakah kalian tidak mentadabburi al-Qur’an?/tidakkah kalian mentadabburi al-qur’an?” (Q.S. Muhammad:24)
Kenapa ayat ini dipakai? Karena tafsir isyari menggunakan metode tadabbur. Tafsir ini tidak menggunakan metode ilmu dzahir, yakni sebagaimana kita mendapatkan ilmu dengan datang ke kelas mendengarkan penjelasan dari ustadz, atau dengan membaca buku. Tapi tafsir ini mungkin bisa dikaitkan dengan ilmu laduni.
Nah ternyata kata laduni ini berasal dari kata “ladunna” dalam ayat:
 وَعَلَّمناهُ مِن لَدُنّا عِلمًا 
“Dan kami telah mengajarkannya dari sisi Kami suatu ilmu” (Al-Kahf:65)
Maka ilmu laduni ialah ilmu yang berasal dari Allah. Maka orang yang menafsirkan al-Qur’an dengan metode isyari seakan-akan ia mendapatkan ilmu langsung dari Allah, mendapatkan ilham dari Allah. Sebagaimana ibu nabi Musa As., yang beliau dikatakan:
وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى
“Dan telah kami wahyukan kepada ibunya Musa” (Al-Qashash:7)
Dalam ayat ini maknanya adalah “kami ilhamkan” karena yang mendapatkan wahyu adalah nabi dan nabi adalah laki-laki sedangkan ibu Nabi Musa ini perempuan jadi beliau mendapatkan ilham.
So, kembali kepada ilmu laduni. Bagaimana cara mendapatkannya? Tentu saja bukan sembarang orang diberikan Allah ilmu laduni. Siapa orang yang diajarkan langsung oleh Allah? Tentu orang ini bukan orang biasa, pastinya orang ini spesial, orang ini istimewa di mata Allah. Siapa? Yaitu orang-orang yang bertakwa. Lihatlah dalam ayat berikut:
وَاتَّقُوا اللَّـهَ وَيُعَلِّمُكُمُ
“Dan bertakwalah kepada Allah dan Allah akan mengajari kamu (memberimu ilmu)” (Q.S. Al-Baqarah:282)
Kemudian saya juga jadi teringat suatu ayat:
يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنوا إِن تَتَّقُوا اللَّـهَ يَجعَل لَكُم فُرقانًا
“Hai orang2 yang beriman, jika kalian bertakwa kepada Allah maka Dia akan menjadikan furqon (pembeda) untuk kalian” (Q.S. Al-Anfal:29)
Jadi ya, semakin seseorang bertakwa dia akan mendapatkan ilmu dari Allah, dia akan dibimbing langsung oleh Allah. Dan ini menandakan bahwa tidak semua orang yang berpendidikan tinggi ilmunya juga semakin takwa. Memang seharusnya orang yang semakin banyak ilmu itu semakin takut kepada Allah (Q.S. Fathir:28), namun pada banyak orang yang berpendidikan tinggi tapi tidak semakin takut kepada Allah (Ya Allah, jangan-jangan kami termasuk orang yang demikia, nastaghfirullah).
Maka ada orang yang pendidikannya tinggi, ilmunya banyak di mata manusia, tapi tidak bisa membimbing anak-anaknya menjadi shalih shalihah. Tapi ada orang yang ilmunya sangat sedikit, tapi benar-benar dia amalkan dan anak-anaknya menjadi shalih dan shalihah. Maa syaa Allah… semoga kita termasuk orang-orang yang mendapat hidayah dari Allah, mendapat petunjuk-Nya di manapun kita berada.
Sekian sharing dari saya, semoga bermanfaat .
Allahumma shalli wa sallim ‘alaa Muhammad…
Gombak, 22 November 2016



Post a Comment