Jum'at, 24 September 2021

(4) MasyaAllah! Anak ini autis, tapi hafalan nya bagus. Ya Allah, kami malu belum pandai bersyukur. - YouTube

Hari itu adalah hari sabtu, 18 September 2021. Aku ada jadwal tahfidz excellent (pendamping kegiatan tahfidz Al-Qur'an).

Hari itu pertama kalinya aku bertemu dengan Abdullah Alfikri Sadiid, yang dipanggil Fikri.

Awalnya aku nggak tau kalau anak ini autis. 

Fikri masuk ke kelas dengan sikap yang menurutku agak berbeda dengan siswa lainnya. Dia mendekat ke mejaku dan seperti mencari sesuatu. Lalu aku tanya, "nyari apa nak?", dia pun menjawab, "lagu 17 agustus, di sini ada lagu 17 agustus?" kurang lebih begitulah jawaban sekaligus pertanyaan Fikri. Mendengar itu aku berusaha mencerna, apa maksudnya anak ini. 

Sesaat kemudian aku menginstruksikan seluruh siswa di kelas itu untuk duduk dan kami pun memulai kegiatan tahfidz. Namun Fikri mengganggu pemandanganku, dia berusaha mendekati lagi dan bertanya tentang lagu 17 Agustus.

kenapa anak ini menanyakan ini. Aku pun penasaran dan aku tanya "Namanya siapa mas?" karena ini pertama kalinya dia ikut kelas tahfidz, sebelumnya dia belum pernah datang. Dia pun menjawab "Fikri". Sejurus kemudian aku lihat daftar nama peserta tahfidz yang aku ampu, tertera di situ ABDULLAH ALFIKRI SADIID. 'Oh, anak ini' gumamku.

Aku yang mulai kurang sabar kemudian mengajak anak-anak untuk memulai kegiatan tahfidz dengan membaca surat Al-Fatihah dan surat Al-Mudatsir secara bersama-sama.

Seluruh siswa pun mengikuti dengan hikmat, termasuk Fikri. Dan kalian tahu? Fikri lah yang suaranya paling lantang membaca surat Al-mudatsir tanpa melihat mushaf.

Saat kami melantunkan ayat-ayat itu, ada seorang bapak yang sempat membuka pintu, seakan memastikan anaknya. Pikirku, mungkin ini ayahnya Fikri.

Setelah selesai melantunkan surat al-fatihah dan surat al-mudatsir, Fikri kembali mendekatiku dan bertanya: "Ustadzah Lamongan itu dimana?". Aku pun menjawab dan masih dengan heran, "Lamongan itu di Indonesia". Dia pun melanjutkan pertanyaan, "Kalau India dimana?", dan aku mulai nggak sabar, aku menjawab, "India di luar negri", Fikri bertanya lagi, "Kalau China dimana?", aku pun menjawab, "Ya di luar negri juga".

Fikri melanjutkan pertanyaan, "Mengapa India dan China berbeda?"

Aku jawab, "Karena memang Allah menetapkan berbeda"

Fikri tanya lagi "Apa bedanya India dan China?"

Aku jawab, "Kalau India rata-rata kulitnya hitam, kalau China kulitnya putih"

Fikri jawab, "Aku mau ke India, karena aku mau sekolah di luar negri"

Aku, "Wah, bagus itu. Ya sudah sekarang fikri tahfidz dulu ya, murojaah dulu ya?"

Fikri: Kenapa aku harus tahfidz? aku nggak mau ikut tahfidz.

Aku: kenapa nggak mau?

Fikri: iya aku ikut tahfidz sekarang aja, seterusnya nggak mau.

Aku: oh iya nggak apa-apa. Silakan murojaah dulu ya.

Fikri pun kembali ke tempat duduknya. Lalu dia mencoba meraih Al-Qur'an temannya. Aku pun mencegahnya. "Jangan nak, kamu nggak bawa Al-Qur'an? pinjam Al-Qur'an ustadzah?"

Fikri: aku bawa Al-Qur'an.

Aku: Oh, yaudah fikri silakan murojaah pake AL-Qur'an sendiri ya.

Fikri hanya diam. Lalu dia kembali mendekatiku dan aku mulai sebal (astaghfirullah...). Aku tanya: kenapa lagi nak?

Fikri: aku mau lihat WA

Aku : buat apa?

Fikri: mau lihat pesan yang belum terbaca

Aku: oh, nggak boleh nak.

Fikri: tapi aku mau lihat (sambil mau merebut HP ku)

Aku langsung keluar, menemui ayahnya, berharap ayahnya akan membantuku.

Dan memang benar yang di luar itu adalah ayahnya. Aku sampaikan: maaf pak, mas fikri, mau merebut HP saya, katanya mau lihat WA.

Fikri pun sudah mengikutiku. Dia pun mengatakan: Aku nggak mau tahfidz. Kenapa aku harus tahfidz?

Ayahnya langsung memegang kedua pundaknya dan berusaha menatap kedua matanya, "Fikri, dengarkan ayah..." Di sini aku merasa melihat sebuah adegan film. Belum pernah aku melihat adegan yang nyata di depan mata, seorang ayah yang berusaha menjelaskan kepada anaknya sambil memegang kedua pundaknya. "Fikri, lihat ayah. Fikri kan sudah janji mau tahfidz. Sekarang tahfidz dulu ya."

FIkri: Kenapa aku harus tahfidz?

Ayah Fikri: Biar fikri cerdas, biar fikri .... (aku lupa jawaban selanjutnya. aku kemudian menunduk terdiam).

Fikri: Kenapa aku harus cerdas?

Ayah Fikri: Fikri, dengar kan ayah,,,,(aku lupa jawaban selanjutnya.)

Fikri: Aku nggak mau tahfidz

Ayah Fikri: terus fikri kalau nggak mau tahfidz? mau pulang? yaudah diambil tas nya

--

setelah percakapan yang cukup dramatis akhirnya Fikri pun memutuskan, "Aku mau tahfidz sama ustadzah"

Aku lega ketika Fikri akhirnya memutuskan untuk tahfidz. Akhirnya kami berdua masuk lagi ke kelas.

Sampai di kelas, aku pun meminta Fikri langsung hafalan. Awalnya dia seperti tidak merespon apa yang aku instruksikan. "Fikri, ayo hafalan". Dia hanya diam tapi pandangannya terus mencari sesuatu yang aku pun tak paham. Kemudian aku ulangi, "Ayo fikri hafalan, A'udzubillahiminasysyaithanirrajiim, bismillahirrahmanirrahiim, yaa ayyuhal muddzatsir", dan fikri pun langsung melanjutkan sampai akhir ayat. Aku pun belum menghafalnya :'(

Kalian bisa melihat video sekilas tentang Fikri dan hafalannya di sini. (4) MasyaAllah! Anak ini autis, tapi hafalan nya bagus. Ya Allah, kami malu belum pandai bersyukur. - YouTube




Post a Comment